Selasa, 23 Februari 2010

SIMULASI PENEBANGAN DAN PENYARADAN


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan manusia akan kayu kian lama kian meningkat. Oleh karena itu selama masih ada kayu maka penebangan akan terus berjalan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada saat ini kayu merupakan barang yang perlu dijaga namun harus digunakan maka kayu berdiameter kecilpun ditebang. Untuk itu dalam melakukan penenbangan harus dilakukan dengan kerusakan tegakan yang minim agar keuntungan yang didapat besar.
Sebelum melakukan kgiatan pemanenan areal harus dibagi ke dalam petak–petak tebang, yaitu suatu unit terkecil dalam blok tahunan, dimana seluruh kegiatan pemanenan kayu akan dilakukan. Dimana kegiatan pemanenan kayu meliputi :

  1. Penebangan

  2. Penyaradan

  3. Pengumpulan

  4. Pembagian batang

  5. Pemuatan kayu
Atau secara mudah dan sederhana bahwa petak tebang adalah suatu areal yang dilayani oleh satu TPn, dimana di dalam ini dilakukan pemanenan kayu. Oleh karena itu daerah yang aman untuk dilakukan pemanenan yang produktif atau efektif dilakukan kegiatan kehutanan, misalnya penggunaan sistem. Sistem mekanis dengan traktor sebagai alat syarat dengan sistem silvikultur TPTI.
Berdasarkan ketentuan penebangan dalam Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dinyatakan bahwa ada salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pemanenan hutan, yakni semua pohon yang berjarak (radius) 50 m dari sumber mata air, saka alam atau suaka margasatwa, jalur vegetasi sepanjang jalan raya/ provinsi, pohon pada jarak 100 m dari daerah yang mengandung nilai estetika dan semua pohon pada jarak 200 m dari tepi sungai atau pantai (Departemen Kehutanan, 1993).
Dalam pengukuran dimensi pohon, volume pohon sangat penting dan diperlukan dalam kegiatan inventarisasi hutan. Volume pohon juga dapat menduga tegakan dengan menggunakan tabel tegakan maupun ditentukan denga beberapa penduga-penduga volume dengan inventore hutan, keuntungannya jelas memungkinkan dari pengukuran terperinci pada sejumlah terbatas dari p[ohin yang secara bijaksana dipilih dalam areal hutan, penaksiran volume pohon yang objektif terdiri dari jumlah pohon yang lebih banyak. Penaksiran volume pohon yang masih berdiri dapat dipisahkan menjadi 4 cara yaitu :

  1. Penaksiran secara okuler

  2. Penaksiran volume dengan persamaan dan tabel volume

  3. Penaksiran volume dengan mengukur diameter batang pada berbagai ketinggian

  4. Penaksiran volume dengan model pohon
Dalam penaksiran volume pohon yang masih berdiri ,seluruhnya hanya dapat dilakukan dengan pengukuran-pengukuran secara tidak langsung (Loetsch dan Haller, 1964).
Sebelum melakukan pemanenan kayu, semua anggota yang terlibat dalam kegiatan pemanenan kayu harus diinformasikan tentang perencnaan pemanenan kayu yang dibuat, sehingga setiap individu terlibat mengetahui tanggung jawabnya, apa yang perlu dilakukan, prosedur-prosedur kerja, apayang harus dilakukan termasuk standar kerja yang diharapkan, hubungan antara organisasi antar tahap perencnaan, pembangunan jalan sarad, penebangan penyaradan, gali timbun jalan. Frekuensi pertemuan diperlukan (Muhdi, 2006).
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan tingkat produksi kayu lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun pengusahanya. Untuk kelestarian sumberdaya hutannya, maka kayu yang dipanen harus tidak melebihi produktivitas (riap) hutan yang akan dipanen. Sedangkan untuk menjamin agar pengusahaan hutan dapat lestari, maka perlu diupayakan agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan biaya yang dikeluarkan (Iskandar, 2000).

Tujuan
Adapun tujuan dari Pemanenan Hutan yang berjudul Simulasi Penebangan dan Penyaradan adalah untuk mengetahui dan mengamati secara langsung pohon yang akan ditebang dengan menggunakan tahapan penebangan yang benar.
TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Pemanenan
Kegiatan pemanenan kayu menyebabkan meningkatnya keterbukaan lahan. Besarnya keterbukaan lahan akibat kegiatan ini antara lain dipengaruhi oleh sistem pemanenan, intensitas pemanenan, perencanaan petak tebang, perencanaan penyaradan dan kemiringan lapangan. Sistem pemanenan yang dilakukan berpengaruh terhadap besarnya keterbukaan lahan dan gangguan yang berada pada tanah (Purwodido, 1999).
Unit pengelolaan pemanenan kayu perlu dibagi dalam blok kerja tahunan sesuai dengan daur tebangan. Blok kemudian dibagi ke dalam petak pemanenan. Tipe tapak atau kondisi silvikultur yang ada di tiap petak di deliniasi dan di taksir luasnya masing–masing. Unit pengelolaan harus mempunyai unit administrasi berupa petak permanen. Hutan produksi dan kebun kayu yang tidak mempunyai petak permanen bisa dikelola. Sama halnya tidak mungkin mengelola penduduk di sebuah kelurahahn yang tidak mempunyai RT atau RW. Pemonitoran luas hutan dan keadaan tegakan, pengaturan tat tempat kegiatan dan sistem informasi tidak akan dapat dilakukan bila hutan tidak dilengkapi dengan petak permanen. Blok kerja tahunan dibagi dalam petak permenen dengan luas 100–1000 ha. Dengan menggunakan sungai, trase jalan. Jalan dan punggung lahan sebagai pembatas. Pembutan petak tat hutan permanen paling lambat dilakukan setelah trase jalan diketahui. Karena jalan akan digunakan sebagai batas petak dan petak harus di petakan dan tidak boleh hanya di sketsa (Sagala, 1994).

Chainsaw (Gergaji Rantai)
Kekuatan gergaji rantai digunakan untuk membuat takik rebah dan takik balas yang dilakukan oleh dua atau tiga orang untuk keamanan dan untuk memotong bagian-bagian kayu lainnya, baik dalam kegiatan pembersihan cabang, penebangan maupun pembagian batang. Pada dasarnya gergaji terdiri dari 3 bagian utama, yaitu mesin penggerak, bilah pemadu (penghantar) dan rantai gergaji. Gergaji yang terbuat dari bahan ringan, kekuatan mesin berkisar antara 10–12 HP dan panjang bilah penghantarnya antara 24–30 inchi (Wackerman,1949).
Berhubung belum ada standar gergaji rantai untuk penebangan pohon, maka perlu dilakukan penelaahan mengenai kemungkinan pembuatan standar tersebut (Sukanda dan Wesman, 2008).

Penebangan
Terdapat beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah rebah pohon, yaitu :
a. Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon (normal atau miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang mempengaruhi rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan banir.
b. Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).
c. Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin kencang, maka semua kegiatan harus dihentikan.
Keberhasilan penebangan sangat ditentukan oleh arah rebah pohon. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakan kerja dapatdihindari serta kerusakan terhadap lingkungan dapat ditekan, sedangkan apabila arah rebah yang ditentukan tidak benar, maka kayu akan rusak dan kemungkinan terjadinya kecelakaan sangat besar serta pohon yang rebah akan merusak lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya dalam nenentukan arah rebah pohon harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.
(Muhdi, 2006).

Prosedur Penebangan
Berdasarkan Pedoman RIL Indonesia prosedur penebangan diurutkan sebagai berikut.
1. Penebangan dimulai sesuai dengan urutan atau pola penebangan yang telah direncanakan di atas peta.
2. Pemeriksaan keadaan lokasi penebangan, penentuan arah rebah pohon, persiapan tempat kerja, pembuatan jalur penyelamatan dan pemberi peringatan.
3. Pembuatan takik rebah dan takik balas pada tunggak serendah mungkin
4. Pembersihan batang dari cabang-cabang dan pemotongan tajuk pohon
5. Pembersihan batang dari banir pohon
6. Pengukuran dan pemotongan batang sesuai dengan permintaan perusahaan
7. Memasang nomor pohon pada tunggak dan pada ujung batang log
8. Membuka jalur winching
9. Menuju pohon lain yang akan ditebang
(Elias dkk, 2008).

Penyaradan
Penyaradan adalah proses penarikan kayu dari permukaan tanah dengan alat transportasi dengan menggunakan hewan atau peralatan mekanis. Kayu ditarik langsung diatas tanah dengan menggunakan sumber tenaga yang digunakan. Efektifitas penggunaan sumber tenaga mungkin akan mengakibatkan dampak bagi lantai hutan berupa pembersihan permukaan. Penggunaan hewan sebagai sumber energi ketika digunakan dalam system penyaradan terbatas pada kemiringan lapangan, kondisi permukaan, ukuran dan bentuk kayu. Kemiringan yang ideal adalah lebih kecil sama dengan 3%, jika lebih maka hewan akan kesulitan melakukan penyaradan (Stenzel, 1985).
Penyaradan kayu dengan menggunakan trktor sangat popular dalam kegiatan pemanenan kayu di hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai pada tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan, penggunaan traktor pada daerah yang mempunyai lereng lebih dari 30%, walaupun secara mekanis traktor masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40% (Muhdi, 2006).
Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tinggal) yang ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan seharusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan diatas peta kerja, selain itu juga dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad ini dilakukan satu tahun sebelum kegiatan penebangan dimulai. Letak jalan sarad ini harus ditandai di lapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu. Hal ini berlaku untuk penyaradan yang menggunakan traktor (Muhdi, 2006).

Alternatif Meminimalisasi Kerusakan
Untuk mengurangi kerusakan pada pohon dan kerugian ekonomi dari kegiatan operasional penyadaran traktor maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan rancangan jalan sarad yang dirancang sebelumnya ternyata lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan segi ekologi. Jalan sarad yang dirancang sebelumnya juga akan memudahkan penebang untuk mengarahkan kayu yang akan ditebang sehingga akan lebih mudah bagi traktor untuk menyaradnya tanpa membuat manuver-manuver yang akan merugikan (Elias, 1997).
Pada saat ini teknologi untuk meminimalkankan kerusakan lingkungan akibat akibat penebangan kayu yang sudah ada yakni yang dikenal dengan Reduced Impact Logging, teknik operasi yang kurang tepat atau terencana akan mengakibatkan kerusakan lingkungan (hutan rusak, pemadatan tanah dan terjadinya pengendapan akibat terjadinya erosi tanah). Untuk meminimalkan kerusakan tersebut dilakukan dengan merencanakan logging yang baik dan teknik operasi yang tepat dan terkendali. Reduced Impact Logging adalah pemanenan kayu yang didasarkan pada rancangan kedepan dari tegakan yang akann dipanen yang didasari rencana yang akurat untuk digunakan dalam perencanaan dan digunakan untuk mendisain lay out dari petak-petak tebang dan unit-unit inventarisasi serta digunakan untuk merencanakan operasi pemanenan kayu (Elias, 1997).
Arah rebah yang terbaik adalah yang mendekati atau menjauhi jalan sarad dengan membentuk sudut 300-450 (pola sirip ikan) atau arah rebah dalam posisi sejajar di atas jalan sarad dengan arah berlawanan dengan arah penyaradan. Bila memungkinkan, arah rebah pohon diarahkan ke tempat kosong dan pada tajuk pohon yang sudah ditebang sebelumnya (maksimal 3). Pada areal curam, arah rebah menyerong kesamping lereng (sepanjang kontur). Hindarkan pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan lindung dan kerusakan pada pohon inti permudaan dan pohon lindung (Elias dkk, 2008).
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
Praktikum yang berjudul Simulasi Penebangan dan Penyaradan dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 19 November 2009, pada pukul 14.00 WIB sampai 17.00 yang diadakan di hutan Tri Darma Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

  1. Phiband sebagai alat ukur tinggi pohon.

  2. Christenmeter sebagai alat ukur tinggi pohon.

  3. Meteran sebagai alat pengukur jarak tajuk.

  4. Milimeter A4 sebagai penggambaran peta pohon yang akan ditebang.

  5. Kompas sebagaai alat penentu arah mata angin.

  6. Alat tulis sebagai prasarana pendukung terciptanya data.
Adapun bahan yang digunakan adalah:
1. Arboretum Tri Darma Universitas Sumatera Utarasebagai objek yang akan diamati.

Prosedur
Pengamatan wilayah

  1. Diamati wilayah yang menjadi areal penebangan.

  2. Ditentukan pohon yang akan ditebang
Pengamatan Pohon

  1. Diperhatikan pohon yang akan ditebang (arah condong).

  2. Dibuat proyeksi tajuk untuk mengetahui arah tujuan tebangan.

  3. Dibuat arah rebah yang terbaik mendekati jalan sarad dengan membentuk sudut 300 – 40 0.

  4. Diarahkan pohon ke tempat kosong.
Simulasi Penebangan

  1. Dibuat potongan datar sedalam 1/4-1/3 diameter pohon pada ketinggian maksimum 50 cm d iatas permukaan tanah

  2. Dibuat potongan atap miring dengan sudut 450 terhadap potongan datar.

  3. Dibuat potongan datar dari belakang takik rebah setinggi 5-10 cm dari potongan datar takik rebah.

  4. Ditinggalkan engsel sebesar 1/10-1/6 diameter pohon.

  5. Dibuat takik balas setinggi 10-20 cm di atas takik rebah.

  6. Dibuat lubang pusat
Simulasi Penyaradan

  1. Disarad kayu ke jalan utama atau jalan sarad berdasarkan kedekatan pohon dengan jalan.























HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Adapun hasil dari pengamatan pohon yang akan ditebang dilapangan adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Tabel Pengamatan Pohon
Keterangan
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Proyeksi Tajuk (m)
Utara
Selatan
Timur
Barat
Mahoni
46,5
15
3,5
-
1,5
1
Arah rebah : Barat laut
Takik balas : Tenggara
Sudut arah rebah : 450
Tabel 2. Tabel Lebar Arah Rebah, Takik Balas dan Engsel
Keterangan
Lebar Arah Rebah (cm)
Lebar Takik Balas (cm)
Lebar Engsel (cm)
Mahoni
11,625
30,225
4,65

Pembahasan
Dari simulasi yang dilaksanakan diperoleh data bahwa arah rebah untuk mengurangi dampak kerusakan tinggal berdasarkan pedoman RIL (Reduce Impact Logging) adalah pada arah barat laut dengan sudut rebah dari arah utara berkisar 450, hal ini dilihat dari kondisi dilapangan dimana pada sekitar daerah tersebut tidak terdapat tanaman permudaan atau dalam hal ini adalah anakan mahoni (Sweitenia mahagoni) dan pada arah tersebut kondisi tanahnya datar dimana tidak terdapat tunggul atau gundukan tanah yang dapat merusak atau mengurangi nilai jual kayu, karena berdasarkan pedoman RIL dalam Elias (2008) dalam prosedur penebangan ada beberapa hal yang harus dihindari yaitu pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan lindung dan kerusakan pada pohon inti, permudaan dan pohon lindung.
Dalam simulasi penebangan yang dilakukan arah rebah pohon berada pada posisi arah barat laut hal ini dilihat dari kondisi lapangan dimana dalam penebangan ada beberapa hal yang harus diperhatikan di lapangan dalam menentukan arah rebah pohon yaitu kondisi pohon dalam hal ini kondisi pohon yang akan ditebang tidak mengalami kerusakan tetapi berada pada arah utara proyeksi tajuk sepanjang 3,5m dan pada arah tersebut terdapat tegakan tinggal hal ini yang mendasari pada simulasi ini arah rebah pohon berada pada arah barat laut dan pada arah ini terdapat jalan sarad. Kondisi lapangan dimana daerah disekitar pohon yang akan ditebang berdasarkan arah rebah pohon tidak terdapat tegakan tinggal hanya terdapat tanaman paku, pakis, dan ilalang serta kondisi tanah yang datar tidak bergelombang, berdasarkan Muhdi (2006) bahwa Terdapat beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah rebah pohon, yaitu :
a. Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon (normal atau miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang mempengaruhi rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan banir.
b. Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).
c. Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin kencang, maka semua kegiatan harus dihentikan.
Pada arah rebah yang diperoleh dari simulasi penebangan arah rebah mengarah pada arah barat laut dengan membentuk sudut 450 pada arah utara, dimana jalan sarad berada pada arah barat dan jalan utama berada pada arah selatan. Arah tersebut dipakai karena menggunakan Pedoman RIL dimana untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan sangat kecil hal ini sesuai dengan Elias dkk (2008) dalam Reduced Impact Logging For Indonesia bahwa arah rebah yang terbaik adalah yang mendekati atau menjauhi jalan sarad dengan membentuk sudut 300-450 (pola sirip ikan) atau arah rebah dalam posisi sejajar di atas jalan sarad dengan arah berlawanan dengan arah penyaradan. Bila memungkinkan, arah rebah pohon diarahkan ke tempat kosong dan pada tajuk pohon yang sudah ditebang sebelumnya.



KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari dari simulasi penebangan adalah sebagai berikut

  1. Arah rebah pohon yang didapat dengan menggunakan Pedoman RIL berada pada arah barat laut.

  2. Sudut yang diperoleh dari arah rebah berkisar 450 dari proyeksi tajuk (proyeksi tajuk 3,5 m ke arah utara jalan sarad pada arah barat)

  3. Takik balas berada pada arah tenggara dengan takik rebah pada arah barat laut

  4. Kondisi pohon tidak berbanir, proyeksi tajuk arah utara 3,5 m, timur 1,5 m, dan arah barat 1 m, berdiameter 46,5 cm, tinggi 15 m

  5. Pedoman RIL dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal

Saran
Sebelum melakukan penebangan sebaiknya harus diperhatikan terlebih dahulu wilayah tebangan dan kondisi tegakannya sehingga dalam melakukan penebangan tegakan yang didapat maksimal tanpa ada kerusakan terhadap tegakan maupun ekologi lahan penebangan.













DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 1993. Pedoman dan Petujuk Teknis Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Dirjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia Jakarta.

Elias 1997. Bahan Kuliah Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.
Elias., Grahame, A., Kuswata, K., Machfudh., Art, K. 2008. Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia. ITTO, Dephutbun, CIFOR, CIRAD, INHUTANI II, WCS. Bulungan
Iskandar. 2000. Pengelolaan Hutan Tropika dan Alternatif Pengelolaan Hutan yang Selaras dengan Desentralisasi dan Anatomi Daerah Biografi Pubershing. Jakarta
Loetsch, F dan K.F Haller. 1964. Forest Inventory. BLV Verlagsgesellschaft. Munchen.
Muhdi. 2006. Pemanenan Hasil Hutan (Buku Ajar). USU. Medan.
Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Press. Bogor.

Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Stenzel, G., Thomas, A. Dan J. Kenneth P. 1985. Logging and Puplwood Production. Second Edition. John Willey and Sons. New York.

Sukanda dan Wesman E. 2008 Standarisasi Gergaji Rantai untuk Penebangan Pohon. Prosiding PPI Standarisasi 2008. Jakarta.

Wackherman, A. E. 1949. Harvesting Timber Crops. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar