Rabu, 06 Oktober 2010

ELEMEN VOLTA, DANIELL, LECLANCHE, WESTON


Arus Listrik
Arus listrik adalah aliran-aliran partikel listrik yang bermuatan positif didalam suatu pengantar. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Konduktor bisa berupa logam, gas atau larutan, sedangkan yang membawa muatannya sendiri tergantung pada jenis konduktor, yaitu pada:
  1. logam, pembawa muatannya adalah electron-elektron
  2. gas, pembawa muatannya adalah ion positif dan electron
  3. larutan, pembawa muatannya adalah ion positif dan negatif
muatan listrik dapat mengalir di dalam suatu rangkaian apabila ada sumber energi sebagai pompa. Akibatnya muatan listrik dikenai suatu gaya, yaitu gaya gerak listrik (ggl) sehingga timbullah listrik.
Pada kenyataannya setiap baterai tidak hanya menimbulkan beda potensial, akan tetapi sekaligus mengandung suatu hambatan karena kelajuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam baterai membatasi jumlah arus yang akan dihasilkan. Baterai yang rill sering dianggap sebagai baterai ideal dengan gaya gerak listrik yang dihubungkan dengan hambatan.

Sumber Arus Searah dari Proses Kimiawi
Sumber arus searah dsebut juga sebagai sumber tegangan searah sebab arus yamng ditimbulkan oleh suatu tegangan. Sumber arus berfungsi sebagai sumber energi untuk mengalirkan muatan melalui peralatan listrik. Energi diperoleh dari berbagai macam bentuk energi asal yang kemudian diubah menjadi energi listrik.
Elemen Primer
Pada elemen primer, reaksi kimia yang menyebabkan electron mengalir dari elektroda negatif (katoda) ke elektroda positif (anoda) tidak dapat dibalik arahnya. Dengan demikian elemen ini tidak dapat dimuati kembali jika muatannya habis. Elemen primer ialah elemen elektrokimia yang memerlukan pergantian bahan-bahan pereaksi setelah memberikan sejumlah energi listrik kepada rangkaian luar.
1. Elemen Volta (elemen Galvani)
Luigi Galvani (1737- 1798) menemukan bahwa bila kaki katak yang baru mati dikaitkan pada tembaga kemudian disentuh pisau besi, maka kaki katak itu akan bergerak. Volta menyimpulkan peristiwa ini sebagai gejala listrik yang timbul karena kedua logam yang dihubungkan oleh larutan yang ada dalam kaki katak.
Bila sebatang logam dimasukkan ke dalam larutan elektrolit, batang logam menjadi negatif sedangkan larutan menjadi bermuatan positif atau potensial larutan menjadi lebih tinggi daripada potensial logam. Perbedaan potensial logam dari larutan dinamakan potensial kontak. Ternyata, setiap logam mempunyai potensial kontak yang berbeda.
Sebuah elemen sederhana dapat dibuat berdasarkan prinsip diatas, yanitu dengan mencelupkan batang tembaga (Cu) dan batang seng (Zn) kedalam larutan asam sulfat (H2SO4) encer. Batang tembaga menjadi kutub positif atau anoda dan batang seng menjadi katoda. Beda potensial antara anoda dan katoda adalah 1 volt.
Dalam laritan, molekul-molekul asam sulfat akan terurai menjadi ion-ion hydrogen yang bermuatan positif dan ion-ion sulfat yang bermuatan negative. Elemen Volta mempunyai kelemahan, yaitu hanya dapat bekerja dalam waktu yang pendek sehingga tidak cocok untuk kehidupan sehari-hari.

2. Elemen Daniell
Elemen ini dibuat oleh John Daniell pada tahun 1835. untuk mencegah terjadinya polarisasi, elektroda dilindungi oleh suatu bahan kimia yang disebut depolarisator. Pada elemen Daniell yang digunakan adalah tembaga sulfat (CuSO4) yang dipisahkan dengan elektrolit asam sulfat encer oleh bejana berpori. Jadi, ion-ion masih dapat pergi dari elektroda ke elektroda lain melalui depolarisator.

3. Elemen Leclanche basah dan kering (baterai)
Elemen basah ini ditemukan oleh Leclanche tahun 1886. Elemen ini terdiri dari bejana kaa berisi karbon sebagai elektroda positif, batang seng sebagai elektroda negatif, larutan ammonium klorida sebagai elektrolit, dan depolarisator mangan dioksida bercampur dengan sebuk karbon dalam bejana berpori.
Ketika ion-ion seng masuk kedalam larutan ammonium klorida , batang seng akan mejadi negative terhadap larutan logam. Ammonium klorida memberikan ion NH4+ menembus bejana berpori menuju batang karbon dan memberikan muatan positifnya pada batang karbon.
Pada perkembangannya, elemen Leclanche berubah menjadi elemen kering (baterai) yang lebih mudah dipakai. Sebenarnya elemen kering diperoleh hanyadengan mengganti elektrolit larutan ammonium klorida menjadi campuran pasta ammonium klorida dengan serbuk kayu, tepung atau getah.

4. Elemen Weston
Elemen ini menggunakan air raksa sebagai anoda dan amalgama cadmium sebagai katoda. Sebagai depolarisator digunakan campuran merkurosulfat dan kadmiumsulfat berbentuk pasta. Sebagai elektrolit digunakan larutan jenuh cadmium sulfat. Hablur-hablur kadmiumsulfat ditambahkan untuk menjaga supaya larutan tetap jenuh.

Elemen Sekunder
Elemen sekunder adalah elemen (sel) elektrokimia yang bahan-bahan pereaksinya dapat diperbaharui sehingga tidak diperlukan penggantian bahan-bahan pereaksi setelah membebaskan sejumlah energi melalui rangkaian luar. Ini karena reaksi kimia dalam elemen sekunder dapat dibalik. Salah satu contoh elemen sekunder adalah aki.


Rabu, 18 Agustus 2010

10 MANUSIA TERANEH DUNIA

1. Joseph Merrick – Manusia Gajah
Spoiler for gambar:
Lahir tahun 1862, Joseph Merrick memiliki kelainan fisik yaitu daun telinganya tumbuh sangat besar ketika dia berumur lima tahun. Dia ikut sebuah pertunjukkan di tahun 1884, di sana dia diperlakukan dengan baik dan mendapat banyak uang. Seorang dokter pengunjung melihatnya dan berencana mengubah hidupnya. Sekarang diketahui Joseph Merrick sebenernya dia menderita sindrom Proteus dan bukan elephantiasis yang seperti yang dikira. Merrick meninggal di umur 27 karena mati lemas saat tidur.
2. Juan Baptista dos Santos – Pria dengan Dua penis
Spoiler for gambar:
Jean (atau Juan) Baptista dos Santos dikatakan telah menjadi seorang “Gipsey”, lahir di Faro, Portugal di 1843. dari suami-istri normal dengan dua anak normal lainnya. Karirnya di pertunjukkan diawasi oleh tim medis. Tahun 1865, dia menghasilkan 200.00 franc untuk tampil dengan sirkus di Perancis selama dua tahun. Dia memiliki dua penis yang berfungsi dam tiga scrota, dua bagian yang punya satu testis. DosSantos mengatakan dulunya dalam scrotum tengahnya juga juga terdapat sepasang testis, tapi sekarang telah menyatu dengan peruts saat dia berumur sepuluh tahun.
3. Myrtle Corbin – Wanita Berkaki Empat
Spoiler for gambar:
Josephine Myrtle Corbin lahir di Lincoln Country, Tennesee tahun 1868. Dia lahir dipygus, punya dua panggul terpusah bersebelahan dari pinggang. Kaki tambahan ini adalah bagian dari kembarannya yang nggak terpisah dengan benar, kayak Frank Lentini yang punya tiga kaki. Setiap kaki kecilnya sepasang dengan kaki yang besar, Dia mengatakan bisa menggerakan kali kecilnya, tapi nggak cukup kuat buat berjalan. Dia punga empat putri dan satu putra.
4.Mademoiselle Gabrielle – Wanita Setengah
Spoiler for gambar:
Lahir di Basle, Switzerland, tahun 1884, Gabrielle Fuller pertama kalo ikut sirkus di Paris Exposition tahun 1900. Dia melakukan perjalanan dengan Ringling Brothers Circus tampil di pertunjukkan Dreamland Coney Island. Dia menikah dua kali, yang pertama dengan John de Fuller. Dia punya badan atas yang sempurna yang berakhir di pinggang.
5. Mary Ann Bevan – Wanita Terjelek
Spoiler for gambar:
Mary Ann Webster lahir di London, Inggris tahun 1874,dengan tujuh saudara. Saat muda, dia bekerja sebagai perawat dan tahun 1903 menikah dengan seorang penjual sayuran, Thomas Bevan. Tidak lama setelah menikah, Mary Ann mulai memperlihatkan gejala acromegaly, pembesaran karena pertumbuhan abnormal dan kelainan fungsi di wajah, seperti sakit kepala, penglihatan kabur dan sakit otot dan sendi. Dia punya empat anak sebelum Thomas meninggal tahun 1914.
6. Martin Laurello – Manusia Burung Hantu
Spoiler for gambar:
Pira bernama Martin Laurello ini lahir dengan nama Martin Emmerling di Nuremburg, Jerman tahun 1886. Dia mulai berakting di Eropa saat berumur 20an dan berlanjut ke Amerika tahun 1921. Dia tampil beberapa kali di Coney Island dan bekerja juga untuk Ringling Bros, pertunjukkan Barnum & Baileys. Dia juga bekerja untuk Royal American Shows milik Dick Best dan akhir tahun 19945 tampil dengan Ripley dengan “Popeye Perry” dan “Junior Stiles”, bocah lobster berumur tujuh tahun.
7. Mme. Clofullia – Wanita Berjanggut
Spoiler for gambar:
Madame Clofullia lahir dengan nama Josephine Boisdechene di Switzerland. Kata orang, dia lahir dengan tubuh berambut dan punya janggut seteba; 2 inci di umur delapan. Di umur delapan, dia mulai melakukan tur di Eropa bersama ayahnya. Di Paris, dia bertemu pelukis Fortube Clofullia dan lalu menikah dengannya. Dia menjadi terkenal karena menunjukkan janggutnya saat meniru punya Napoleon III. Lalu, penguasa daerah itu memberinya permata yang sangat besar.
8. Wang – Manusia Unicorn
Spoiler for gambar:
Tahun 1930, seorang petani Cina dari Mancgukuo bertemu dengan seorang bankir Rusia. Orang Rusia itu mengambil gambar si petani dan mengirimkan fotonya ke Robert Ripley dari acara ‘Believe It Or Not’. Diketahui sebagai Wang, atau terkadang dipanggil Weng, petani ini sebenernya bertubuh normal, kecuali tanduk sepanjang 14 inci yang tumbuh dari belakang kepalanya. Ripley menawarkan uang yang banyak buat siapa saja yang bisa membawanya tampil di Odditorium. Namun, Wang menghilang dari publik di awal 1930an dan nggak pernah terdengar lagi kabarnya.
9. Lionel – Bocah Berwajah Singa
Spoiler for gambar:
Stephan Bibrowsky lahir di Ploandia tahun 1890 dari orang tua yang normal. Dia menderita hypertrichosis, kelainan genetik yang jarang terjadi yang menutupi seluruh tubuh dengan bulu. Hanya ada sekitar 50 kasus dari kelainan ini yang diketahui sejak abad pertengahan. Dalam kasus Lionel, rambut sepanjang enam inci menutupi badannya. Dia ditemukan oleh seorang dari Jerman bernama Meyer saat dia empat tahun dan menjadi terkenal di Eropa dimana dia mendapat julukan manusia berwajah singa. Beda jauh sama binatang tentunya, dia pakai baju dan gaul dengan lima bahasa yang dia kuasai.
10. Ella Harper – Gadis Unta
Spoiler for gambar:
Inilah tulisan pitch card dari Ella Harper. Pitch card tuh iklan buat attraksi pertunjukkan.
“Saya dipanggil gadis unta karena lutut saya menghadap belakang. Saya bisa berjalan dengan tangan dan kaki saya seperti yang Anda lihat di gambar. Saya telah berpergian untuk pertunjukkan selama empat tahun dan sekarang, tahun 1886 dan saya memutuskan berhenti dan pergi ke sekolah dan mencari kegiatan baru”http://artikelindonesia.com/10-manusia-teraneh-didunia.html

EINSTEIN VS MR.BEAN

          Suatu saat ketika Einstein berkunjung kekediaman Mr. Bean...........................

Einstein           :"Hai Bean pa kabar?,,, lama gak jumpa ya??" (menjabat tangan Bean)
Mr. Bean        :" Baik" (menggoyangkan kepala dan menjulurkan lidah, dengan ciri khas Mr. Bean)
Einstein           : " Bean gimana kalau sekarang kita adu kepintaran lewat tebak-tebakan. Gini, kalau kamu gak    tau menjawab pertanyaan q, kamu bayar aq 50 ribu aja. Kalau aq gak tw menjawab pertanyaanmu aq bayar kamu 100 kali lipat. Gimana?"
Mr. Bean        : " Ok...... silahkan kamu duluan"
Einstein           : " Berapalah jarak dari bumi ke bulan?"
Mr. Bean        : " Hmmmmmm....." (diam... dan mengambil uang disakunya 50 rb dan memberinya kepada Enstein)... 
Einstein            : "Dasar bodoh mw az tanding ama q" (serunya dalam hati)
Mr. Bean         : " Sekarang aq khan?"
Einstein            :" Iya silahkan!"
Mr. Bean         : " Apa yang naik kakinya 4, tapi kalau turun jadi dua?"
Einstein            : melakukan pencarian internet dan memanggil semua Genius teman kerjanya.
satu jam kemudian
Einstein           : membawa uang 5 juta dan memberinya pada Bean. Lalu bertanya "pa jawabnya?"
Mr. Bean        : diam dan merogoh kembali uang 50 ribu. dari kantungnya
kwkwkwkwkwkwkkw

Janganlah anda menguji teman anda bahkan memvonis kemampuan teman anda lebih rendah dibanding anda.
 

Senin, 16 Agustus 2010

PAPYRUS/ PAPIRUS/ LONTAR

PAPYRUS (LONTAR)

         Papirus atau papyrus memiliki nama ilmiah Cyperus papirus merupakan sejenis tanaman air yang dikenal sebagai bahan untuk membuat kertas pada zaman kuno. Tanaman ini umumnya dijumpai di tepi dan lembah Sungai Nil. Kira-kira 3500 SM, bangsa Mesir Kuno sudah memanfaatkan papirus. Mereka pada saat itu membuat kertas dari kulit-kulit tipis halus papirus, sebelum kertas (seperti yang kita kenal sekarang) ditemukan.
        Secara fisik, daun pohon ini mirip rambut terjurai. Tangkainya tumbuh setinggi 3-5 meter, berbentuk segitiga secara bersilangan. Di sekeliling dasar tangkai tersebut tumbuh dedaunan berserabut pendek. Karakter pohon papirus sangat halus, tanpa bonggol-bonggol dan duri-duri yang menuju pada kelompok bunga besar, nyaman, dan berbentuk rumbai. Konon karena perubahan geografis di daerah sungai Nil dan berkembangnya pemakaian kulit binatang sebagai media untuk menulis, papirus di Mesir tidak lagi berkembang biak dengan suburnya. Penanaman menjadi sukar dan populasi papirus menurun dengan drastis. Namun demikian, sekarang papirus banyak tumbuh di tepi-tepi danau kecil dan sungai-sungai di Afrika.
Nama/istilah PAPYRUS mengacu kepada 3 hal yaitu :
1. Tumbuh-tumbuhan air yang besar dari family gelagah
2. Suatu alat tulis yang dibuat dari sumsum yang terkandung didalamnya
3. Naskah tulisan tangan (manuskrip) yang memakai bahan tulis ini.
Kata Papyrus mungkinditurunkan dari kata "papuro" bahasa Koptik kuno (Mesir kuno). Dalam bahasa Yunani πάπυρος – papuros, adalah asal kata dari kata Inggris "paper" atau "papier" Belanda = Kertas. Kata dalam bahasa koptik "papuro" ini bermakna "termasuk milik raja", mengisyaratkan bahwa pembuatan kertas termasuk monopoli raja pada zaman dulu.
        Untuk membuat kertas batangnya dikuliti. Lalu dipotong-potong dalam ukuran kira-kira 40-45 cm dan sumsumnya yang masih baru yang ada di dalamnya diiris tipis-tipis menjadi pita-pita. Pita-pita ini diletakkan berjejer berdampingan diatas papan yang keras, yang satu menindih sedikit yag lain, dan demikianlah seterusnya, tapi saling menyilang dengan sudut siku-siku; lalu kedua lapis ini disatukan seluruhnya, hanya dengan menunbuknya kuat-kuat dengan palu kayu. Sedudah tepi-tepinya dipotong bagus dan agak dihaluskan, hasilnya ialah selembar kertas yang keputih-putihan, yang bisa tahan lama, tapi bisa berubah menjadi kekuning-kuningan dalam perjalanan umurnya.
         Halaman yang serat-seratnya mendatar, itulah yang biasanya yang lebih dahulu ditulisi (kecuali untuk surat-surat) dan halaman itu disebut rekto; halaman baliknya dengan serat-serat yang tegak lurus disebut verso. Lembaran-lembaran ini direkatkan pada ujungnya yang satu kepada yang lain dengan saling bertindih sedikit, untuk membuat gulungan papyrus atau kertas. Patokan panjangnya adalah 20 lembar, tapi dapat diperpendek dengan memotongnya sedikit, atau diperpanjang dengan menempelkan lagi lembaran-lembaran yang lain sesuai keperluannya. Papyrus terpanjang yang kita kenal ialah PAPYRUS HARIYS I, tahu penulisannya kira-kira 1160 sM, sekarang disimpan di British Museum, London; panjangnya hampir kira-kira 40 meter.

           Lembar papyrus berbeda-beda menurut kegunaannya, ukuran terbesar lebarnya ± 47 Cm, ukuran biasa 35.5 Cm dan 42 Cm, ukuran yang lebih kecil ± 18-21 Cm. Lembaran papyrus ukuran besar dan sedang biasanya untuk surat-surat resmi, surat dagang dan rekening. Sedangkan lembaran papirus yang kecil biasanya untuk karya-karya sastra.
Sumber:
http://www.azwar.web.ugm.ac.id Powered by Joomla! Generated: 16 August, 2010, 19:31
http://www.sarapanpagi.org/papyrus-vt846.

Jumat, 11 Juni 2010

ERGONOMI DAN KESEHATAN


PENDAHULUAN

            Ergonomik berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon memiliki arti kerja dan Nomos memiliki arti hukum; jadi pengertian Ergonomik itu sendiri secara garis besar adalah “Studi tentang manusia untuk menciptakan system kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman” (Arif, 2009).
Konsep ergonomi serta keselamatan kesehatan kerja merupakan konsep penting untuk diterapkan dalam suatu industri, khususnya dalam perancangan stasiun kerjanya. Kecenderungan yang ada saat ini adalah, pada industri skala kecil menengah. Konsep tersebut kurang begitu diperhatikan, sehingga dapat menimbulkan resiko kerja baik dari segi bahaya kondisi lingkungan fisik, sikap dan cara kerja (Laksmiwaty, 2009).
            Tujuan penerapan ergonomi adalah untuk peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik. Dengan penerapan ergonomi ini, maka akan tercipta lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya jaminan kualitas kerja (Tim Ergoinstitute, 2008).
             Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul.
            Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan  kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.
            Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupaka hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menunutu pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sector kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan mingkatkan K3 di sector kesehatan dalam rangka menekan serendah mingki  risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.




























ISI

Ergonomik
            Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).
Keselamatan  berasal dari bahasa  Inggris yaitu kata “safety”  dan  bisanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinta kecelakaan. Dalam mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakaan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada factor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan factor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada factor penyebab pada perilaku manusia (Alamsyah, 2004).

Kesehatan
Kesehatan  berasal dari bahasa Inggris “health”, yang dewasa ini  tidak  hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara social. Dengan demikiana pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan lebih sehat (Sum’mamur, 1987).
Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan (work occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alas an tersebut berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan kerja di samping mempelajari factor-faktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat (occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (healt promotion) pada manusia pekerja tersebut (Alamsyah, 2004).
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan suatu program. Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan adan keselamatan yang mungkin terjadi. Kata lain hakekat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah tidan berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Sum’mamur, 1987).

Keselamatan
Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil/ menghilangkan potensi bahaya/ risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlabih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identity) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaskinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asses, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya (Tresnaningsih, 2007).    
Pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana faktor ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut.  Kenyataannya, kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit sistem manajemen K3.  Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety management is not enough”. Keluhan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability) berupa kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya.  Padahal data menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja yang lain (Yanri, 2009).
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak ergonomik:
  • Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan
  • Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa kecelakaan
  • Pekerja sering melakukan kesalahan (human error)
  • Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung, atau pinggang
  • Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja
  • Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang
  • Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau jongkok
  • Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup
  • Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan
  • Komitmen kerja yang rendah
  • Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya sikap kepedulian terhadap pekerjaan bahkan keapatisan
Dengan ergonomi, sistem-sistem kerja dalam semua lini departemen dirancang sedemikian rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal kemampuan dan keterbatasan (fisik, psikis, dan sosio-teknis) dengan pendekatan human-centered design (HCD).  Konsep evaluasi dan perancangan ergonomi adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah dibawah kemampuan rata-rata pekerja (task demand < work capacity).  Dengan inilah diperoleh rancangan sistem kerja yang produktif, aman, sehat, dan juga nyaman bagi pekerja (Laksmiwaty, 2009).





















PENUTUP

            Kemampuan manusia dalam melakukan aktivitas tidak hanya dibatasi oleh produktivitas yang tinggi. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah keamanan, kenyamanan, efisiensi kerja, dan yang terutama adalah kesehatan. Dalam melakukan aktivitasnya kesehatan fisik merupakan modal utama dalam pencapaian produktivitas kerja. Suatu lahan pekerjaan hendaknya memiliki peraturan yang tidak hanya menguntungkan perusahaan namun kondisi pekerjaannya juga. 
            Suatu program kerja perusahaan yang baik akan membawa dampak optimal bagi kemampuan atau kebolehan pencapaian kerja yang maksimal, namun tetap memperhatikan batasan manusia. Konseptual atau system yang dinamis akan terlihat dari cara kerja pekerja. System ini akan dinamis apabila ditunjang dengan kondisi fisik pekerja yang baik.
            Kecelakaan kerja dapat dihindari dengan melakukan pendekatan yang sifatnya kuratif dengan jalan membatasi waktu dan beban kerja. Waktu optimal setiap manusia bekerja umumnya tidak lebih dari 8 jam. Namun, ada beberapa lembaga yang mewajibkan pekerjanya bekerja lebih dari 8 jam. Hal ini dapat diantisipasi dengan jalan member gaji tambahan per jamnya.
Kesehatan Fisik
            Kesehatan fisik umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. antara 24-270C, sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang baik, ketenangan lingkungan, getaran mekanis, warna, dan bebauan. Adapun permasalahan lingkungan yang timbul antara lain ketidakserasian kerja antara manusia dan lingkungan, adaptasi, dan tidak tersedianya alaat bantu untuk keserasian tersebut.
            Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka suatu lembaga yang mengandalkan pekerja manusia perlu memperhatikan segala bentuk aspek lingkungan. Aspek tersebut meliputi interior dan eksterior. Interior maksudnya kondisi dalam ruangan yang tertata atau tersusun tepat pada posisinya, contohnya letak berkas yang tidak terlalu jauh dengan posisi pekerja dan letak mesin dengan frekuensi kebisingan yang tinggi jauh dari pekerja. Eksterior maksudnya adalah kemampuan lembaga memposisikan wilayah strategis untuk memanjakan pekerja. Contonya, dengan menempatkan kolam pancur dan taman di depan maupun di belakang gedung.
Kesehatan Lingkungan
Selain kondisi lingkungan hal terpenting yang harus diperhatikan adalah pekerja itu sendiri. Artinya, pekerja harus mampu mengatur jeda kerja dan staminanya dengan jalan menghindari dehidrasi, emisi, dan hal lain yang dapat mengganggu kondisi fisik pekerja.
            Sosialisasi kerja pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang menentukan kualitas kerja dan fisik pekerja. Hal ini perlu dilakukan untuk  menghindari kebosanan kelelahan fisik, kecelakaan, dan penyakit yang akan menimbulkan performance kerja yang rendah.
            Bekerja merupakan upaya nyata manusia dalam memenuhi kehidupan ekonomi pribadi maupun keluarga. Pengembangan IPTEK juga berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup, namun dengan syarat menetapkan teknologi tepat guna. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menempatkan teknologi tepat guna diantaranya secara teknis, ekonomis, ergonomis, lestari lingkungan, hemat energy, dan social budaya.
Kesehatan Mental
            Kesehatan kerja akan tercapai apabila pekerja menganggap dirinya berkompetensi dibandingkan pekerja lain. Kompetisi globalisasi harus dihadapi dengan kepercayaan diri yang tinggi dengan berfikir memenangkan persaingan. Seorang pekerja akan dianggap dapat memenangkan suatu kompetisi dengan cara dengan menekan biaya dan meningkatkan produktivitas.
            Dari hal tersebut diatas, ergonomic akan tercapai apabila kondisi fisik pekerja juga dalam kondisi optimal. Setiap pekerja akan mencapai kesehatan fisik optimal apabila memperhatikan tingkat konsumsi gizi, pemberdayaan tenaga yang baik, sikap tubuh yang baik, dan efisisensi waktu. Pekerja harus memahami berapa takaran energy yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut. Energy atau gizi tersebut meliputi jumlah, kualitas, frekuensi, selera, kebiasaan, kemampuan, dan variasi.


DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Undang-Undang Republik Indonensia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja . online. 2004. Available from url: www.nakertrans.go.id.

Arif, C. 2009. Aspek Ergonomik di Bidang Kedokteran Gigi. Universitas Padjajaran. Bandung [Makalah].

Laksmiwaty, P. 2009. Penerapan Ergonomi dan Keselamatan Kesehatan Kerja        untuk Desain Stasiun Kerja dan Perilaku Pekerja (Studi Kasus: Industri          Furniture Kayu Sari Tanah Karo Malang). Surabaya [Thesis].

Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1987. P. 65-72.

Tim Ergoinstitute. 2008. Kisah Sukses Penerapan Ergonomi. Ergo News.  Edisi 3. Juni 2008. Bandung.

Tresnaningsih E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Online. 2007. Available from url: www.depkes.go.id.

Yanri, Z., M. Yusuf, A. W. Ernawaty. 1998. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan (Terjemahan Elias). International Labour Office. Geneva.

Kamis, 22 April 2010

PENGEMBANGAN TEBAL DAN DAYA SERAP AIR

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Di sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam, terutama setelah kayu ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu gergajian.
Kebutuhan manusia terhadap bahan baku kayu terus meningkat baik untuk keperluan konstruksi yaitu untuk bangunan maupun untuk keperluan lain seperti bahan baku pembuatan pulp dan kertas dan perabot. Indonesia ialah salah satu negara terpadat penduduknya di dunia dengan pertambahan sekitar 2.5% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk menyebab-kan kebutuhan akan kayu bangunan (konstruksi) maupun untuk perabot rumah tangga terus meningkat, bahkan diperkirakan lebih cepat dari pertambahan penduduk itu sendiri. Sementara luas areal hutan Indonesia terus berkurang akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran dan ilegal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menyusutnya luas areal hutan sebagai penyedia bahan baku kayu mengakibatkan pihak industri yang bergerak dalam bidang produksi papan kewalahan. Untuk tetap memenuhi kebutuhan manusia terhadap kayu maka banyak upaya dilakukan termasuk pemanfaatan bahan baku kayu semaksimal mungkin dengan limbah seminimal mungkin. Salah satu cara meminimalisasi limbah tersebut adalah dengan menggunakan limbah berupa serbuk kayu gergajian menjadi papan partikel.
Kebutuhan akan kayu solid sebagai bahan baku industri dan konstruksi semakin meningkat seiring dengan betambahnya jumlah penduduk. Kekurangan pasokan kayu solid tersebut perlu segera diantisipasi karena akan membahayakan kelestarian hutan disatu sisi dan kelanjutan industri disisi lain Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut dengan mensubsitusi kayu solid dengan bahan-bahan non kayu yang masih belum optimal pemanfaatannya. Salah satunya yaitu limbah batang kelapa sawit dan limbah plastik. Ketersediaan bahan-bahan tersebut di Indonesia cukup berlimpah sehingga peluang pemanfaatannya sebagai bahan baku papan komposit sangat memungkinkan.

Tujuan
            Praktikum biokomposit yang berjudul Pengembangan Tebal dan Daya Serap Air Papan Komposit bertujuan untuk mengetahui kemampuan papan dalam menyerap air dan hubungannya dengan pengembangan tebal.






















TINJAUAN PUSTAKA

Papan Partikel
Maloney (2003) dalam  Iswanto (2005)  papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam 3 golongan yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3
b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu papan partikel  yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3
c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Sutigno (2006) terdapat banyak macam papan partikel. Ada 9 kriteria pembagian papan partikel yaitu:
1.Bentuk
Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang, relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut Panel. Ada papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai seperti bentuk kotak radio.
2. Pengempaan
Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah (rongga antara lempeng) dapat satu atau lebih.
Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyu diantara dua lempeng yang statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertikal atau horizontal.
3. Kerapatan
Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.
4. Kekuatan (Sifat Mekanis)
Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatanpun ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar yang menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis.
5. Macam Perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaannya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan berdasarkan macam perekat, yaitu Tipe U (urea formaldehida atau yang setara), Tipe M (melamin urea formaldehida atau yang setara) dan Tipe P (Phenol Formaldehyde atau yang setara). Untuk yang memakai perekat urea formaldehida ada yang membedakan berdasarkan emisi formaldehida dari papan partikelnya, yaitu yang rendah dan yang tinggi atau yang rendah, sedang dan tinggi.
6. Susunan Partikel
Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbeda yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga dan papan partikel berlapis bertingkat.
7. Arah Partikel
Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur dengan perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak diatur) atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand board atau OSB).
8. Penggunaan
Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel structural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komponen dinding, peti kemas dipakai papan partikel structural.
9. Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak.
Pada prinsipnya semua jenis kayu dapat dibuat menjadi papan partikel. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah berat jenisnya. Papan partikel berkerapatan sedang mempunyai berat jenis antara 0.59-0.80. Apabila berat jenisnya kurang dari 0.59 termasuk berkerapatan rendah, dan di atas 0.80 termasuk berkerapatan tinggi. Penggunaan papan partikel dari kayu karet lebih sesuai untuk bahan mebel daripada untuk bahan bangunan karena keawetannya relatif rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keawetannya biasanya ditambahkan bahan pengawet yang jumlahnya sekitar 0.5 persen dari berat papan partikel (Sumarya, 1980). Pada saat ini papan partikel yang umum digunakan adalah yang sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak. (Island dkk, 2003).

Papan Serat
Kayu karet dapat juga dibuat menjadi papan serat (Silitonga, dkk., 1974). Kayu karet dibuat serpih dan diolah menjadi pulp dengan proses soda panas terbuka (proses semi kimia soda panas) kemudian dikempa menjadi papan serat. Rendemen pulp berkisar antara 65-80 persen (berdasarkan bobot). Hasil papan serat dari kayu karet mempunyai sifat keteguhan lentur dan tarik yang memenuhi persyaratan standar Inggris, tetapi sifat penyerapan air dan pengembangan tebalnya belum memenuhi syarat. Hal ini dapat diperbaiki dengan memberikan bahan tambahan ramuan kayu jenis yang lain (Island dkk,2003)

Karet
Dalam pemanfaatan kayu  karet dibedakan antara yang berbentuk gelondong (log) dan yang berupa limbah, baik limbah penebangan maupun limbah pengolahan. Yang dimaksud dengan gelondong (log) adalah bagian dari batang yang berdiameter 20 cm ke atas, dengan pertimbangan bahwa bagian tersebut dapat digunakan untuk kayu gergajian. Pengolahan kayu karet berupa gelondong hingga saat ini digunakan untuk kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan dari limbahnya dibuat papan partikel, papan serat atau pulp, dan arang                     (Island dkk,2003)
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Malpighiales
Famili              : Euphorbiaceae
Subfamily        : Crotonoideae
Tribe                : Micrandreae
Subtribe           : Heveinae
Genus              : Hevea
Spesies            : Hevea brasiliensis Mull.Arg (Van Steenis, 2002)

Perekat Phenol Formaldehide (PF)
            Dalam Frick (2004) menyatakan  bahwa proses pembuatan produk panel-panel kayu dan non-kayu seperti OSB dan bambu lapis harus menggunakan perekat tertentu yang dapat mengikat setiap lapisannya. Bahan perekatnya merupakan jenis yang tahan air dan cuaca seperti fenolformaldehid atau poliuretan (dapat menyebabkan kanker).
            Resin phenol-formaldehida (PF) memiliki peranan penting di industri perkayuan sebagai bahan perekat. Keunggulan produk yang menggunakan PF adalah  tahan cuaca, sedangkan salah satu kelemahan perekat ini adalah mahalnya harga phenol sebagai bahan dasarnya. Oleh sebab itu banyak usaha dilakukan untuk mengganti phenol dengan bahan lain. Phenol formaldehid merupakan resin sintetis yang pertama kali digunakan secara komersial baik dalam industri plastik maupun cat (surface coating). Phenol formaldehid dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara phenol dan formaldehid (Nur dan Aji, 2008)
Reaksi terjadi antara phenol pada posisi ortho maupun para dengan formaldehid untuk membentuk rantai yang crosslinking dan pada akhirnya akan membentuk jaringan tiga dimensi (Hesse, 1991). Salah satu aplikasi dari resin phenol formaldehid adalah untuk vernis. Vernis adalah bahan pelapis akhir yang tidak berwarna (clear unpigmented coating). Istilah vernis digunakan untuk kelompok cairan jernih yang memiliki viskositas 2 – 3 poise, yang bila diaplikasikan akan membentuk lapisan film tipis yang kering dan bersifat gloss (glossy film). Proses pengeringan pada vernis dapat melalui penguapan (evaporasi) dari solvent, oksidasi dengan udara, dan polimerisasi sejumlah unsur yang terkandung dalam vernis. Hasil akhir dari vernis adalah lapisan film transparan yang memperlihatkan tekstur bahan yang dilapisi. Phenol formaldehid termasuk kelompok resin sintetis yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara phenol dengan formaldehid. Ada dua jenis resin phenol formaldehid yaitu : novolak yang bersifat termoplast dan resol yang bersifat termoset ( Nur dan Aji, 2008 )
           
Pengembangan Tebal
Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.
Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior, pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam kemudian dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat contoh uji tetap.  Ada papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji pengembangan tebalnya.  Menurut standar FAO, pada saat mengukur pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya (absorbsi).
            Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan kembali dari serbuk-serbuk ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan dimensi yaitu pengembangan dimensi bila terjadi penyerapan air oleh bahan tersebut. Semakin tinggi kerapatan berarti tinggi tinggi pula pemampatan dimensinya, sehingga sifat pengembangan tebalnya semakin tinggi (Subiyanto, 2003).
Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi serat akibat pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat menyerap air. Penyerapan uap air akan menyebabkan mengembangnya dinding sel serat. Sedangkan rongga serat yang mengecil pada saat pengempaan, mudah kembali ke ukuran semula karena perekat tidak dapat memasuki rongga serat dan mengikatnya dengan baik. Pengembangan tebal dari produk yang terbuat dari bahan berlignoselulosa dapat diatasi dengan perlakuan uap. Sekino et al. (1997) menjelaskan bahwa perlakuan uap terhadap bahan berlignoselulosa dikelompokkan menjadi perlakuan uap terhadap biomassa sebelum pembentukan mat, pengempaan dengan steam injection (uap mengenai biomass dan perekat), dan perlakuan uap terhadap panel setelah pengempaan panas. Perekat yang digunakan pada perlakuan uap sebelum pembentukan mat adalah urea formaldehyde (UF) atau melamine urea formaldehyde (MUF). Sedangkan perekat yang digunakan pada perlakuan steam injection pressing dan perlakuan uap setelah pengempaan panas adalah isocyanate dan phenol formaldehyde (PF). Menurut Sekino et al. (1999), alasan dari ketidakstabilan dimensi suatu panel adalah perubahan bentuk partikel karena penekanan, yang terjadi secara temporer selama pengempaan, dan akan kembali ke bentuk awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme pengembangan tebal panel lebih kompleks, karena dalam panel, sebetulnya partikel berikatan dengan adanya perekat, yang dapat mencegah terjadinya pengembangan tebal. Terjadinya pengembangan tebal panel merupakan kombinasi dari potensi thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan ikatan perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat)  (Syamani dkk, 2008).

Daya Serap Air
            Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan. Penggunaan bahan aditif  pada daya serap air mengakibatkan terjadinya penurunan daya serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan adanya kehadiran DCP maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH. Adanya dua reaksi ini menyebabkan ikatan yang kuat antara partikel kelapa sawit dengan plastik PE sehingga air atau uap air tidak mudah masuk kedalam papan partikel.
            Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan  tebal maka semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya (Subiyanto, 2003).















METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
                     Praktikum Biokomposit dilakukan  pada hari Senin, 8 Maret 2010 sampai dengan 19 Maret 21010. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan
                     Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Bak air, sebagai tempat perendaman papan serat.
2. Kaliper sebagai alat untuk mengukur dimensi kayu (tebal)
3. Penggaris sebagai alat untuk mengukur dimensi kayu (panjang dan lebar)
4. Timbangan sebagai alat untuk mengukur bobot papan serat
5. Kalkulator sebagai alat penghitung data
6. Oven sebagai alat untuk mengeringkan papan serat
7. Alat tulis sebagai prasarana pendukung data
                     Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Papan serat sebagai objek yang akan diamati
2. Air sebagai bahan yang akan diukur volume yang masuk ke dalam papan

Prosedur Pengukuran Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal didefenisikan sebagai besaran yang menyatakan pertambahan tebal contoh uji dalam persen terhadap tebal awal. Contoh air direndam dalam air suhu kamar 24 jam. Pengembangan tebal diukur dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =
Keterangan:  T1 = Tebal awal
                     T2 = Tebal akhir
Adapun prosedur praktikum pengukuran pengembangan tebal contoh uji yaitu:
1.      Disiapkan 2 buah contoh uji (CU) berupa papan partikel berukuran ± 5 cm. Salah satu CU dilapisi kertas pada salah satu permukaan dan CU kedua dilapisi kertas pada kedua permukaan
2.      Diberi garis dan tanda berupa nomor pada empat sisi permukaan kayu sebagai tanda pengukuran tebal
 





3.      Diukur panjang, lebar dan tebal awal masing-masing CU
4.      Dimasukkan data awal ke dalam tabel dengan format sebagai berikut:
Tabel 4. Format Tabel Dimensi awal contoh uji
No.
Jenis Bahan
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
1.
CU dilapis satu permukaan











2.
CU dilapis kedua permukaan











5.      Direndam CU ke dalam air dengan suhu kamar selama 2 jam dan diukur dimensi CU
6.      Dimasukkan data ke dalam tabel dengan format tabel:
Tabel 2. Format Tabel Dimensi contoh uji setelah 2 jam
No.
Jenis Bahan
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
1.
CU dilapis satu permukaan











2.
CU dilapis kedua permukaan












  1. Diukur pengembangan tebal CU dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =
  1. Kemudian direndam kembali CU dalam air dengan suhu kamar selama 24 jam dan diukur lagi dimensi CU
  2. Dimasukkan ke dalam tabel dengan format tabel
Tabel 3. Format Tabel Dimensi contoh uji setelah 24 jam
No.
Jenis Bahan
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
1.
CU dilapis satu permukaan











2.
CU dilapis kedua permukaan












  1. Diukur pengembangan tebal dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =

Prosedur Daya Serap Air
            Dalam pengukuran daya serapa air langkah yang dilakukan adalah:
  1. Disiapkan contoh uji yang akan direndam, sebelumnya contoh uju ditimbang sebagai berat awal.
  2. Direndam contoh uji selama 2 jam, dan ditimbang beratnya.
  3. Dihitung daya serap airnya dengan rumus (berat awal – berat akhir)/ berat akhir x 100%.
  4. Direndam contoh uji selama 24 jam dan dihitung daya serap airnya.
  5. Lakukan langkah 4 hingga papan menjadi hancur.
  6. Dicatat data tersebut secara berkala.





HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapat hasil berupa data sebagai berikut.
Tabel 1 Data-Data Mentah
Kondisi kayu sebelum direndam (awal)
Kayu
 (cm)
 (cm)
(cm)
Berat (gr)
1
2
3
4
4,915
4,850
4,765
5,065
4,765
4,855
4,800
4,890
1,705
1,835
1,625
1,828
28,4
27,6
29,5
29,6
Setelah direndam 2 jam
1
2
3
4
4,935
4,895
4,810
5,10
4,910
5,010
4,880
4,910
2,148
2,110
1,840
2,098
53,3
52,5
52,5
49,2
Setelah direndam selama 24 jam
1
2
3
4
5,045
4,840
5,010
5,110
4,910
4,925
5,600
4,910
2,235
2,212
2,287
2,235
58,1
55,9
59,9
59,0
Setelah dioven selama 24 jam
1
2
3
4
5,065
4,910
5,045
5,160
4,915
4,875
5,055
4,910
2,500
2,420
2,610
2,547
25,1
24,5
26,2
26,3
Setelah direndam selama 24 jam
1
2
3
4
5,070
4,935
5,050
5,175
4,960
4,890
5,050
4,940
3,087
3,112
3,310
3,073
79,2
74,9
82,6
78,9
Setelah dioven selama 24 jam
1
2
3
4
5,025
4,920
5,010
5,060
4,760
4,880
5,035
4,915
3,170
3,060
3,220
3,090
25,9
26,8
26,4
28,1
Setelah direndam selama 24 jam
1
2
5,120
4,850
4,900
4,850
3,800
3,840
101,0
95,3
Setelah dioven selama 24 jam
1
2
5,045
4,845
4,900
4,840
3,750
3,800
23,9
23,4
Setelah direndam selama 24 jam
1
5,700
4,950
4,250
99,7
                Berdasarkan  data yang didapat di atas maka semakin lama papan direndam maka bobot air yang dapat masuk kedalam kayu akan semakin banyak. Namun, banyaknya air yang masuk adalah terbatas sesuai dengan kapasitas maksimal kayu tersebut. Pada dasarnya apabila papan dimasuki air dengan volume maksimal maka papan yang direndam lama-kelamaan akan hancur karena air yang masuk kedalam papan menekan papan hingga papan menjadi hancur.
Gambar 1 Papan Serat Setelah Direndam
Gambar 2 Papan Serat Setelah Dioven
Tabel 2 Pengembangan Tebal
Kondisi

Dimensi (cm)

Panjang (%)
Lebar (%)
Tebal (%)


1
2
3
4
X
1
2
3
4
X
1
2
3
4
X
Awal

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Setelah direndam 2 jam

0,41
0,93
0,94
0,69
0,74
3,10
3,19
1,67
0,41
2,09
25,98
27,50
13,23
14,80
20,38
Setelah direndam 24 jam

2,64
1,00
2,14
0,89
1,67
3,10
1,44
2,67
2,00
2,30
46,62
20,54
40,74
22,26
32,54
Setelah dioven 24 jam

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-2

0,10
0,51
0,10
0,29
0,25
0,92
0,20
0,10
0,61
0,46
23,48
28,59
26,82
24,49
25,85
Setelah dioven 24 jam hari-2

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-3

1,89
0,62
-
-
1,26
2,94
0,40
-
-
1,67
19,87
25,49
-
-
22,68
Setelah dioven 24 jam hari-3

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-4

12,98
-
-
-
12,98
1,02
-
-
-
1,02
13,33
-
-
-
13,33

Gambar 3 Grafik pengembangan tebal
Berdasarkan data yang tersebut diatas dapat dikatakan  papan tersebut tidak cocok untuk penggunaan interior hal ini dikarenakan sifat papan yang cepat mengembang atau dengan kata lain stabilitas dimensinya tidak baik. Hal ini sesuai dengan literature yang diungkapkan oleh Iswanto (2005) yang menyatakan bahwa sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.
Papan serat memiliki kerapan yang tidak begitu tinggi hal ini dikarenakan ukuran partikel yang panjang sehingga dapat menyebabkan adanya pelilitan antar serat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kerapatan akan mempengaruhi pengembangan tebal dan daya serap air. Hal ini sesuai dengan literatur Subyanto (2003) Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel cenderung semakin meningkat.

Tabel 3 Daya Serap Air
Kondisi
Daya Serap Air (%)
1
2
3
4
X
Awal
0
0
0
0
0
Setelah direndam 2 jam
87,67
90,22
77,97
66,22
80,52
Setelah direndam 24 jam
104,58
102,54
103,05
99,32
102,37
Setelah dioven 24 jam
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-2
215,54
205,71
215,27
200,00
200,00
Setelah dioven 24 jam hari-2
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-3
289,96
255,59
-
-
272,78
Setelah dioven 24 jam hari-3
0
0
0
0
0
Setelah direndam 24 jam hari-4
317,15
0
0
0
317,15
           


Gambar 4 Grafik Daya Serap Air
Pada dasarnya banyaknya air yang masuk kedalam kayu didasarkan pada kondisi kayu, jenis air, metode masuknya air dan durasi pemasukan air. Berdasarkan data diatas dijelaskan bahwa papan akan menyerap air dengan frekuensi yang tinggi berbanding lurus dengan lamanya perendaman.
            Berdasarkan metode dan data yang didapat bahwa hubungan antara daya serap air dan pengembangan tebal berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan literatur Subiyanto (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi sifat pengembangan  tebal maka semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya.














KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.  Pengembangan tebal berbanding lurus dengan kerapatan, dalam hal ini papan serat memiliki kerapatan yang rendah sehingga papan mudah  rusak pada kondisi lembab.
2. Papan serat tidak cocok untuk penggunaan eksterior.
3. Pengembangan tebal berbanding lurus dengan daya serap air.
4. Air yang masuk kedalam papan memiliki batasan maksimal yang apabila air terus ditekan masuk akan menyebabkan rusaknya papan.

Saran
                 Pada saat perlakuan hendaknya diamati kondisi lingkungannya dan pengukuran dilakukan dititik yang sama guna mendapatkan data yang cukup akurat sebagai acuan terhadap perlakuan lebih lanjut.

















DAFTAR PUSTAKA

Nur, R dan Aji, P. 2008. Pembuatan Resin Phenol Formaldehid Terhadap Aplikasinya Sebagai Vernis. Reaktor. Vol. 12. 1. UNDIP. Semarang.
Frick, H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Kanisius, Anggota IKAPI 
Yogyakarta
Island B,. Cicilia, N., dan Anang G. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No. 1.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian 17(3): 24-27.
Iswanto, A. H. 2005. Polimer Komposit. http://www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-apri%20heri.pdf
Japanese Standard Association. 2003. Japanese Industrial Standard for particle board JIS A 5908. Japanese Standard Association, Jepang.
Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle. 1997. Thickness Swelling and Internal Bond Strength of Particleboards from Steam-Pretreated Particles. Mokuzai Gakkaishi 43(12): 1009-1015.
Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle; T. Adcock. 1999. The Mechanism Behind the Improved Dimensional Stability of Particleboards Made From Steam- Pretreated Particles. Holzforschung 53(4).
SII. 1993. Standar papan partikel datar. SII 0797-83. Departemen Perindustrian, Jakarta
SNI. 1996. Mutu papan partikel. SNI 07-2105-1996. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta
Subiyanto, B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1.
Syamani.F.A., Prasetiyo. K.W., Budiman. I., Subyakto, dan Subiyanto. B. 2008. Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap. J. Tropical Wood Science and Technology Vol. 6 . No. 2 .2008
Van Steenis, C.G.G.J., D. Den Hoed, S. Bloembergen dan P.J. Eyma. 2002. Flora. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.