PENDAHULUAN
Ergonomik berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon memiliki arti kerja dan Nomos memiliki arti hukum; jadi pengertian Ergonomik itu sendiri secara garis besar adalah “Studi tentang manusia untuk menciptakan system kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman” (Arif, 2009).
Konsep ergonomi serta keselamatan kesehatan kerja merupakan konsep penting untuk diterapkan dalam suatu industri, khususnya dalam perancangan stasiun kerjanya. Kecenderungan yang ada saat ini adalah, pada industri skala kecil menengah. Konsep tersebut kurang begitu diperhatikan, sehingga dapat menimbulkan resiko kerja baik dari segi bahaya kondisi lingkungan fisik, sikap dan cara kerja (Laksmiwaty, 2009).
Tujuan penerapan ergonomi adalah untuk peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik. Dengan penerapan ergonomi ini, maka akan tercipta lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya jaminan kualitas kerja (Tim Ergoinstitute, 2008).
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul.
Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupaka hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menunutu pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sector kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan mingkatkan K3 di sector kesehatan dalam rangka menekan serendah mingki risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
ISI
Ergonomik
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safety” dan bisanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinta kecelakaan. Dalam mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakaan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada factor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan factor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada factor penyebab pada perilaku manusia (Alamsyah, 2004).
Kesehatan
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris “health”, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara social. Dengan demikiana pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari factor-faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan lebih sehat (Sum’mamur, 1987).
Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan (work occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alas an tersebut berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan kerja di samping mempelajari factor-faktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat (occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (healt promotion) pada manusia pekerja tersebut (Alamsyah, 2004).
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan suatu program. Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan adan keselamatan yang mungkin terjadi. Kata lain hakekat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah tidan berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Sum’mamur, 1987).
Keselamatan
Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil/ menghilangkan potensi bahaya/ risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlabih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identity) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaskinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asses, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya (Tresnaningsih, 2007).
Pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana faktor ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut. Kenyataannya, kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit sistem manajemen K3. Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety management is not enough”. Keluhan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability) berupa kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya. Padahal data menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja yang lain (Yanri, 2009).
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak ergonomik:
- Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan
- Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa kecelakaan
- Pekerja sering melakukan kesalahan (human error)
- Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung, atau pinggang
- Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja
- Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang
- Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau jongkok
- Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup
- Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan
- Komitmen kerja yang rendah
- Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya sikap kepedulian terhadap pekerjaan bahkan keapatisan
Dengan ergonomi, sistem-sistem kerja dalam semua lini departemen dirancang sedemikian rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal kemampuan dan keterbatasan (fisik, psikis, dan sosio-teknis) dengan pendekatan human-centered design (HCD). Konsep evaluasi dan perancangan ergonomi adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah dibawah kemampuan rata-rata pekerja (task demand < work capacity). Dengan inilah diperoleh rancangan sistem kerja yang produktif, aman, sehat, dan juga nyaman bagi pekerja (Laksmiwaty, 2009).
PENUTUP
Kemampuan manusia dalam melakukan aktivitas tidak hanya dibatasi oleh produktivitas yang tinggi. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah keamanan, kenyamanan, efisiensi kerja, dan yang terutama adalah kesehatan. Dalam melakukan aktivitasnya kesehatan fisik merupakan modal utama dalam pencapaian produktivitas kerja. Suatu lahan pekerjaan hendaknya memiliki peraturan yang tidak hanya menguntungkan perusahaan namun kondisi pekerjaannya juga.
Suatu program kerja perusahaan yang baik akan membawa dampak optimal bagi kemampuan atau kebolehan pencapaian kerja yang maksimal, namun tetap memperhatikan batasan manusia. Konseptual atau system yang dinamis akan terlihat dari cara kerja pekerja. System ini akan dinamis apabila ditunjang dengan kondisi fisik pekerja yang baik.
Kecelakaan kerja dapat dihindari dengan melakukan pendekatan yang sifatnya kuratif dengan jalan membatasi waktu dan beban kerja. Waktu optimal setiap manusia bekerja umumnya tidak lebih dari 8 jam. Namun, ada beberapa lembaga yang mewajibkan pekerjanya bekerja lebih dari 8 jam. Hal ini dapat diantisipasi dengan jalan member gaji tambahan per jamnya.
Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. antara 24-270C, sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang baik, ketenangan lingkungan, getaran mekanis, warna, dan bebauan. Adapun permasalahan lingkungan yang timbul antara lain ketidakserasian kerja antara manusia dan lingkungan, adaptasi, dan tidak tersedianya alaat bantu untuk keserasian tersebut.
Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka suatu lembaga yang mengandalkan pekerja manusia perlu memperhatikan segala bentuk aspek lingkungan. Aspek tersebut meliputi interior dan eksterior. Interior maksudnya kondisi dalam ruangan yang tertata atau tersusun tepat pada posisinya, contohnya letak berkas yang tidak terlalu jauh dengan posisi pekerja dan letak mesin dengan frekuensi kebisingan yang tinggi jauh dari pekerja. Eksterior maksudnya adalah kemampuan lembaga memposisikan wilayah strategis untuk memanjakan pekerja. Contonya, dengan menempatkan kolam pancur dan taman di depan maupun di belakang gedung.
Kesehatan Lingkungan
Selain kondisi lingkungan hal terpenting yang harus diperhatikan adalah pekerja itu sendiri. Artinya, pekerja harus mampu mengatur jeda kerja dan staminanya dengan jalan menghindari dehidrasi, emisi, dan hal lain yang dapat mengganggu kondisi fisik pekerja.
Sosialisasi kerja pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang menentukan kualitas kerja dan fisik pekerja. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kebosanan kelelahan fisik, kecelakaan, dan penyakit yang akan menimbulkan performance kerja yang rendah.
Bekerja merupakan upaya nyata manusia dalam memenuhi kehidupan ekonomi pribadi maupun keluarga. Pengembangan IPTEK juga berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup, namun dengan syarat menetapkan teknologi tepat guna. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menempatkan teknologi tepat guna diantaranya secara teknis, ekonomis, ergonomis, lestari lingkungan, hemat energy, dan social budaya.
Kesehatan Mental
Kesehatan kerja akan tercapai apabila pekerja menganggap dirinya berkompetensi dibandingkan pekerja lain. Kompetisi globalisasi harus dihadapi dengan kepercayaan diri yang tinggi dengan berfikir memenangkan persaingan. Seorang pekerja akan dianggap dapat memenangkan suatu kompetisi dengan cara dengan menekan biaya dan meningkatkan produktivitas.
Dari hal tersebut diatas, ergonomic akan tercapai apabila kondisi fisik pekerja juga dalam kondisi optimal. Setiap pekerja akan mencapai kesehatan fisik optimal apabila memperhatikan tingkat konsumsi gizi, pemberdayaan tenaga yang baik, sikap tubuh yang baik, dan efisisensi waktu. Pekerja harus memahami berapa takaran energy yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut. Energy atau gizi tersebut meliputi jumlah, kualitas, frekuensi, selera, kebiasaan, kemampuan, dan variasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Undang-Undang Republik Indonensia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja . online. 2004. Available from url: www.nakertrans.go.id.
Arif, C. 2009. Aspek Ergonomik di Bidang Kedokteran Gigi. Universitas Padjajaran. Bandung [Makalah].
Laksmiwaty, P. 2009. Penerapan Ergonomi dan Keselamatan Kesehatan Kerja untuk Desain Stasiun Kerja dan Perilaku Pekerja (Studi Kasus: Industri Furniture Kayu Sari Tanah Karo Malang). Surabaya [Thesis].
Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1987. P. 65-72.
Tim Ergoinstitute. 2008. Kisah Sukses Penerapan Ergonomi. Ergo News. Edisi 3. Juni 2008. Bandung.
Tresnaningsih E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Online. 2007. Available from url: www.depkes.go.id.
Yanri, Z., M. Yusuf, A. W. Ernawaty. 1998. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan (Terjemahan Elias). International Labour Office. Geneva.
share tentang ergo
BalasHapusIngin berbagi tentang ergonomi http://ergonomi-fit.blogspot.com/