Selasa, 23 Februari 2010

PENGOLAHAN SAGU MENJADI PATI


Latar Belakang
Sagu berasal dari Maluku dan Irian, karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan sagu mulai dikenal. Diduga budidaya sagu di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan memanfaatkan kurma di Mesopotamia.
Tingkat pendapatan masyarakan yang masih rendah, mahalnya harga tepung dunia dan kurangnya gizi masyarakat menjadi latar belakang penulis menulis judul ini sebagai upaya pemanfaatan bahan yang memiliki nilai gizi yang tidak kalah dengan bahan makanan lain. Keberadaan sagu hamper 50 % berada di Indonesia dari seluruh dunia bukan hal yang lucu jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhab tepungnya dengan memanfaatkan sagu sebagai alternative permasalahan mahalnya harga tepung dunia akibat kelangkaan bahan pangan.
Pada umumnya tanaman sagu tumbuh liar, namun ada juga yang sengaja ditanam oleh petani meskipun jarak tanam dan tata ruasnya belum memenuhi syarat agronomis.
Untuk mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal, ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul Pengolahan Sagu Menjadi Pati adalah agar para mahasiswa mengetahui dan mampu mengolah sagu menjadi pati dengan memperhatikan kebersihan dan kandungan gizi yang ada didalam pati.





















TINJAUAN PUSTAKA

Komponen yang paling domonan dalam aci sagu adalah pati (karbohidrat). Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam setiap 100 gram aci terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan Philipus, 1992).
Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sipat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang (Wiranatakusumah, dkk, 1986).
Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang paling produktif. Tabungan karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun, setara dengan 3 juta kiloliter bioetanol. Mengingat habitat sagu di lahan payau dan tergenang air maka pengembangan sagu sebagai sumber energi bioetanol tidak akan membahayakan ketahanan pangan. Sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Areal sagu terluas terdapat di Papua (1,2 juta ha) dan Papua Nugini (1,0 juta ha) yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia. Tanaman sagu tersebar di wilayah tropika basah Asia Tenggara dan Oseania, terutama tumbuh di lahan rawa, payau atau yang sering tergenang air. Batang sagu ditebang menjelang tanaman berbunga, saat kandungan patinya tertinggi. Setelah
Sumber tepung sagu yang utama adalah Metroxylon Sagu, yang mana ditemukan Asia Bagian tenggara dan Guinea Baru; lain jenis, termasuk M. salomonense dan M. amicarum ditemukan di Melanesia Dan Micronesia di mana itu lebih sedikit penting secara ekonomis sebagai sumber sagu untuk dikonsumsi. Tepung Sagu atau Metroxylon memiliki karbohidrat yang hampir murni dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin, atau mineral. Bagaimanapun, telapak tangan sagu secara khas ditemukan area yang tak sesuai untuk lain format pertanian, sagu penanaman adalah paling sesuai, dan defisiensi yang perihal gizi kaleng makanan sering diganti-rugi untuk dengan lain siap tersedia makanan. Seratus gram dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dg aturan makan, 10mg zat kapur, 1.2mg besi/ setrika, dan sedikit karotein, thiamine, dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses (Anonim, 2008).
Pengolahan bagian dalam batang pohon sagu menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan parut yang terbuat dari bahan kayu dan paku sebagai mata parut. Pada masyarakat Akit di Pulau Rupat alat tersebut dikenal dengan sebutan pahut sagu. Masyarakat Mentawai di Pulau Siberut mencacah bagian dalam batang pohon sagu dengan alat yang disebut kukuilu. Alat ini berbentuk segitiga yang terbuat dari kayu yang diikat satu sama lain dengan menggunakan tali dari kulit kayu. Pemrosesan sari/pati sagu dan pengeringan. Pati sagu dikeluarkan dari parutan sagu dengan cara diinjak-injak dengan kaki. Kegiatan tersebut di Pulau Lingga disebut diirik, sehingga alatnya disebut juga alat pengirik yang terdiri dari langgar atau pelantar terbuat dari kayu lait, dan diberi dasar tikar sebagai wadah tempat sagu. Biasanya di dekat alat pengirik dipasang timba air yang berfungsi untuk menyiram parutan sagu yang diinjak-injak, yang terdiri dari bambu, tali, timba, dan batu pemberat. Di bawah pelantar dipasang alat berbentuk kerucut terbalik agar pati sagu mengucur ke lelar (saluran yang terbuat dari kayu nubung). Selanjutnya pati sagu ditampung dengan ube atau uba. Alat tersebut berbahan kayu dan berbentuk menyerupai perahu pencalang. Pada salah satu ujungnya dibuat lobang tempat keluar air. Apabila uba dipenuhi air, sementara pengirikan masih berlangsung, maka air akan keluar melalui lubang tersebut, sedangkan pati sagu mengendap pada dasar uba. Hasil sagu irikan diambil dari dalam uba. Karena sagu yang dihasilkan masih kotor maka dimasukkan ke tempayan yang 2/3 diisi air laut kemudian diaduk sehingga ampas kotoran lainnya naik ke permukaan dan pati sagu mengendap di dasar tempayan (Susilowati, 2008).
Pembuatan suspensi pati dilakukan dengan langkah memasukkan aci sagu ke dalam tangki suspensi dan ditambah dengan air sampai suspensi pati mencapai konsentrasi 35 % bahan kering. Kemudian pH diatur menjadi 6,0-6,5 dengan penambahan CH3COOH. Selanjutnya suspensi pati ditambah termamyl 60 L dengan dosis satu liter (1L) untuk setiap ton bahan baku atau 0,001 ml/gram aci, sambil di aduk agar setiap bagian yang terkandung merata (Harsanto, 1986).
Untuk mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal, ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis (Pietries, 1966).
BAHAN DAN METODA

Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah:

  • Batang sagu
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah:
- Pisau

  • Talenan

  • Saringan

  • Kain saring

  • Panci perebusan stainless steel

  • Baskom

  • Ember

  • Parang

  • Karung goni
Prosedur
Adapun prosedur percobaan ini adalah:

  • Dikupas bahan kemudian dicuci.

  • Diparut bahan sampai halus menjadi bubur.

  • Ditambahkan air pada bahan yang sudah menjadi bubur dengan perbandingan 1:2

  • Diaduk agar pati banyak terlepas dari sel batang.



  • Dilakukan penyaringan suspensi pati bubur sagu yang disaring, sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspansi pati dan serat tertinggal pada kain saring.

  • Ditampung suspensi pati di dalam wadah selama 12 jam.

  • Dibiarkan pati dalam wadah selama 24 jam dan akan mengendap seperti pasta.

  • Dibuang cairan diatas endapan pasta dijemur diatas tampa, disebut tepung kasar.
















HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
1. Rendemen
Rendemen = Berat akhir x 100%
Berat awal
= 215,4 gr x 100%
2500 gr
= 8,62 %
2. Kadar Air
Kadar air = Berat awal – berat akhir x 100%
Berat awal
= 5,7995 – 5,0758 x 100%
5,7995
= 12,41 %

Pembahasan
Dari hasil percobaan kami didapat rendemen sebesar 8,62% dan kadar air sebesar 12,41%. Hal ini berarti pada pati percobaan terdapat sekitar 5,82 gr atau 27% amiliosa dan sekitar 209,58 gr atau 73% amelopektin. Hal ini sesuai dengan literatur Wiranatakusumah (1986) yang menyatakan bahwa pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sipat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa,
sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang.
Sagu merupakan tanaman yang berpotensi tinggi sebagai karbohidrat yang terdiri sebagian besar batangnya oleh air. Sagu merupakan suatu bahan makanan yang awet dan tahan lama. Sagu dapat dikonsumsi untuk seminggu atau sebulan kedepan. Hal ini sesuai dengan literatur Anonim (2008) yang menyatakan bahwa tepung sagu atau Metroxylon memiliki karbohidrat yang hampir murni dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin, atau mineral. Bagaimanapun, telapak tangan sagu secara khas ditemukan area yang tak sesuai untuk lain format pertanian, sagu penanaman adalah paling sesuai, dan defisiensi yang perihal gizi kaleng makanan sering diganti-rugi untuk dengan lain siap tersedia makanan. Seratus gram dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dg aturan makan, 10mg zat kapur, 1.2mg besi/ setrika, dan sedikit karotein, thiamine, dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses.
Sagu dapat diolah sebagai bahan makanan, pengolaha sagu harus dilakukan dengan sedemikian rupa agar kandungan gizi yang didalamnya tidak hilang akibat proses pengolahannya. Hal ini sesuai dengan literatur Susilowati (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan bagian dalam batang pohon sagu menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan parut.Pemrosesan sari/pati sagu dan pengeringan. Pati sagu dikeluarkan dari parutan sagu dengan cara meremas - remasnya. Selanjutnya pati sagu ditampung.
Aci sagu didapat dengan cara mengambil empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Hal ini sesuai dengan literatur Pietries (1996) yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal, ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis.

















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Sagu merupakan tanaman yang berpotensi dalam menghasilkan karbohidrat.

  2. Pati dapat diperoleh dengan cara mengambil empelur dan diekstraksi dengan bantuan air.

  3. Dari hasil percobaan didapat rendemen sebesar % dan kadar air sebesar %.

  4. Komposisi utama dalam pati adalah 27 % amilosa dan 73 % ameliopektin.

  5. Sagu dapat menggantikan bahan yang terbuat dari tepung lain yang tidak kalah kandungan gizinya.

  6. Pati sagu dapat diolah menjadi beberapa jenis produk makanan.

  7. Tepung sagu memiliki warna dasar coklat.

  8. Perbandingan air dengan sagu parutan yang dipraktikumkan adalah 2:1.

Saran
Dalam proses pengolahan sagu hendaknya dilakukan dengan cara yang benar dengan mematuhi kaidah yang tercantum dalam buku penuntun dan selalu menjaga kebersihannya agar kualitas sagu yang diperoleh baik.







DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Metroxylon sago. Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Sago.
Haryanto, B. dan Philipus Pangloli.1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius: Bogor.

Pietries, D. 1996. Study Mengenai Hutan Sagu di Maluku. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Susilowati, N. 2008. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Dikutip dari http://balarmedan.wordpress.com/peralatan-tradisionalpengolahan-sagu-di-pulau-siberut-rupat-dan-pulau-lingga.

Wiranatakusumah, M.A.,A, Apriantono, Ma’arif, Suliantari, D. Muchtadi dan K, Otaka.1986. Isolation Characterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar. Teknologi Consultation. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar