Senin, 14 Desember 2009

PENGERINGAN OVEN DAN KIPAS ANGIN


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri perkayuan terus-menerus berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia terhadap kayu/papan yang terus meningkat. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permintaan terhadap kayu yang tinggi adalah dengan peningkatan kualitas kayu olahan industri sehingga kayu yang diproduksi memiliki keawetan, kekuatan dan ketahanan yang tinggi yang secara perlahan dapat mengurangi pemborosan dalam konsumsi kayu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kayu/papan olahan adalah dengan meningkatkan kualitas pengeringan kayu karena Kadar Air (KA) yang terdapat di dalam kayu sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu seperti kekuatan dan kemudahan pengerjaan kayu.
Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara atau atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan kadar air, letaknya air dalam kayu dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu. Dengan sifat ini, maka kayu dapat mengembang pada kondisi musim hujan atau pada kelembaban tinggi dan dapat menyusut pada kondisi musim kemarau atau pada kelembaban rendah, bila kayu tersebut belum dikeringkan pada saat penggunaan (Haygreen, 1993).
Pengeringan kayu dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses pengeluaran kandungan air dari dalam kayu. Ukuran ideal proporsi air diukur dengan cara menentukan Moisture Content (MC) atau kadar kelembaban di dalam ukuran persen (%). Proporsi yang baik adalah apabila MC berada pada level 8 – 12%. Kondisi ini mengindikasikan kayu yang cukup kering dan baik sehingga kemungkinan kayu untuk menyusut sangat kecil. Adapun persentase MC ini dapat diperoleh dikarenakan di dalam kayu terdapat unsure yang padat dan air yang sekaligus pengikat pori-pori. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengeluarkan kandungan air tersebut ke udara (Viklund, 2008a)
Keuntungan yang diperoleh apabila kayu dalam kondisi kering adalah:




  1. Lebih ringan, dalam proses distribusi perhitungan harga dan aspek lain ini berarti mengurangi biaya produksi








  2. Lebih kuat, melalui beberapa cara pengujian kayu kering terbukti lebih kuat dari kayu basah








  3. Lebih awet, kayu yang basah berarti terdapat air yang bias menjadi modal hidup mahkluk lain seperti serangga, jamur, dan mereka adalah musuh utama kayu








  4. Pengerjaan lebih mudah, proses perekatan akan lebih baik karena pada kayu kering perekat memiliki tempat untuk meresap pada kayu








  5. Proses finishing atau pelapisan akhir akan menjadi lebih baik tanpa adanya resiko penguapan setelah produk jadi
    (Viklund, 2008a).





Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul Pengeringan dengan Kipas Angin dan Oven adalah untuk membandingkan kadar air yang diperoleh dengan metode oven dan metode kipas angin.


TINJAUAN PUSTAKA


Industri kayu, seperti industri mebel dan kayu lapis, memerlukan proses pengeringan kayu. Proses ini begitu penting untuk memenuhi standar mutu. Pengeringan yang salah bisa mengakibatkan kayu rusak, bengkok atau retak-retak. Untuk mendapatkan bagan pengeringan yang tepat bagi suatu jenis kayu, maka sifat pengeringannya harus diketahui. Sifat pengeringan tersebut diperlukan untuk menetapkan kisaran suhu dan kelembaban yang optimal agar waktu pengeringan lebih efisien dan kualitas kayunya terjaga. Sifat pengeringan yang perlu diamati yaitu pecah ujung, pecah permukaan yang terjadi pada kadar air di atas titik jenuh serat (Ka. ± 30%), pecah pada bagian dalam kayu (internal checks/honeycomb) dan perbedaan dimensi tebal pada jarak 1-2 cm dari satu permukaan ujung kayu (deformation). Sedangkan sifat penunjang lainnya adalah kadar air awal dan kualitas fisik kayu/dolok (Basri dan Yuniarti, 2006).
Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan air atau kelembapan. Suatu petunjuk, bahwa kelembapan kayu sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara di sekitarnya akan makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air kedalam kayu itu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang dan menyusut (Dumanauw, 2003).
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering udara adalah kondisi kayu dalam keadaan kering udara, yang mana pada kondisi ini kayu tidak menyerap atau melepas air. Dengan demikian bila digunakan untuk komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami pengembangan maupun penyusutan, kalaupun terjadi sangat kecil, sehingga tidak merusak elemen bangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu kayu bangunan sebelum digunakan harus diketahui terlebih dahulu kadar airnya. Kadar air kayu yang aman untuk penggunaan pada bangunan adalah kadar air kering udara, untuk Indonesia sekitar 15% - 20%.
Kadar air yang terdapat di dalam kayu terdiri dari :





  1. Air bebas adalah air yang terdapat di dalam rongga-rongga sel, yang paling mudah dan terlebih dahulu keluar. Air bebas ini tidak mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu.








  2. Air terikat adalah air yang berada dalam dinding-dinding sel kayu, sangat sulit untuk dilepas. Air terikat inilah yang dapat mempengaruhi sifat kayu misalnya penyusutan. Bila air bebas telah keluar dan kondisi dinding sel jenuh air, maka dapat dikatakan kayu telah mencapai kadar air titik jenuh serat (fiber saturation point). Tingkatan titik jenuh serat untuk semua jenis kayu tidak sama, hal ini dikarenakan adanya variasi susunan kimiawi kayu. Titik jenuh serat kayu pada umumnya berkisar antara kadar air 25 – 30 % (Haygreen,1993).



Tahap pengeringan di bawah titik jenuh serat sangat riskan karena pada tahap ini, kayu mulai melepaskan kandungan air terikatnya. Bila kandungan air terikat dalam dinding sel mulai terevaporasi, kayu pun akan bergerak menyusut. Saat kayu menyusut yang harus diwaspadai adalah perubahan bentuk. Proses evaporasi harus dikendalikan agar tetap merata pada keselurahan permukaan kayu sehingga tidak terjadi perbedaan ketegangan dalam kayu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Temperatur dan kelembaban relative dikendalikan dengan gradien pengeringan yang tidak terlalu besar. Kadar air 21 % - 30 % harus dapat diturunkan lagi sampai kadar air akhir 6 % - 8 %, sesuai dengan kebutuhan. Temperatur yang digunakan untuk kayu yang mempunyai kandungan zat ekstraktif, sebaiknya antara 55oC – 60oC, untuk menghindarkan noda-noda warna atau perubahan warna kayu.
Pengeringan kayu dapat dilakukan dengan cara alami maupun dengan menggunakan kiln/ tanur pengering. Pengeringan secara alami yaitu dengan menggunakan tenaga alam/ udara (matahari), biayanya relative murah, pelaksanaannya mudah tanpa memerlukan tenaga ahli dan kapasitasnya tidak terbatas. Namun kerugiannya adalah waktu yang diperlukan untuk mengeringkan relatif lama, memerlukan areal yang cukup luas, cacat pengeringan yang timbul sulit diperbaiki dan kadar air akhir yang dicapai masih terlalu tinggi. Sedangkan pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Proses pengeringan kayu secara umum ada beberapa tahap, yaitu pemanasan awal (preheating), pengeringan sampai titik jenuh serat, pengeringan sampai kadar air akhir, pengkondisian (conditioning), pemerataan atau penyamaan kadar air kayu (equalizing), dan pendinginan (colling down).
Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas dua golongan yatun faktor dalam dan faktor luar.
Faktor luar terdiri dari;





  1. Suhu , pada keadan dimana kelembapan relatif udara tetap maka makin tinggi suhu makin cepat jalannya pengeringan.








  2. Kelembapan udara, dalam keadaan suhu yang tetap maka makin rendah kelembapan udara makin cepat jalannya pengeringan.








  3. Sirkulasi udara, peredaran udara yang baik menyebabakan udara yang basah dan dingin yang mengandung uap air dialirkan dan diganti dengan udara yang kering dan panas sehingga mempercepat jalannya pengeringan.



Faktor dalam terdiri dari;





  1. Jenis kayu , pada umumnya kayu daun lebar lebih lambat kering daripada kayu daun jarum.








  2. Kadar air permulaan , makin basah kayu pada saat permukaan dikeringkan makin lama pengeringannya.








  3. Perbedaan kayu gubal dan kayu teras, pada bagian kayu gubal lebih cepat mengering daripada kayu teras.



Ketebalan kayu, dimana kayu yang tebal lebih lama mengering daripada kayu yang tipis
Pengeringan kayu dapat dilakukan secara alami (air drying) ataupun secara buatan (dehumidifier atau kiln drying). Pada metode alami, kondisi cuaca sangat menentukan kecepatan kayu mongering. Sedangkan pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12% (Dephutbun RI, 1998).
Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah. Perubahan ini menyebabkan kayu akan menyesuaikan kondisi kadar airnya dengan kondisi udara disekitar kayu (Budianto, 1996).
Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Ada dua macam kipas pada sistem pengeringan ini, yaitu:





  • Sistem kipas aksial (axial fans). biasanya kapasitas muatnya di atas 25 m3 —250 m3,







  • Sistem kipas radial (radial fans), kapasitas muatnya di bawah 25 m3.



(Budianto, 1996).

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan praktikum pengeringan kayu yang berjudul “Pengeringan kayu dengan kipas angin dan oven” ini dilaksanakan selama 6 minggu yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 20 Oktober 2009 sampai Sabtu 21 September 2009 yang bertepatan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu durian
(Durio zibethinus) dan air.
Adapun a€lat yang digunakan pada praktikum ini adalah





  1. Oven sebagai alat untuk mengeringkan kayu








  2. Kipas angin sebagai alat untuk mengeringkan kayu








  3. Penggaris untuk mengukur dimensi kayu








  4. Neraca elektrik sebagai alat untuk menimbang berat kayu



Prosedur Percobaan
Pengeringan dengan Metode Oven





  1. Disediakan contoh uji kayu








  2. Direndam selama 24 jam








  3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan








  4. Dimasukkan ke dalam oven








  5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari.



Pengeringan dengan Metode Kipas Angin





  1. Disediakan contoh uji kayu








  2. Direndam selama 24 jam








  3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan








  4. Dikipas anginkan dengan kecepatan sedang








  5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari. Setiap 2 hari digeser letak kayu pada kipas angin berdasarkan kelompok.





HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel.1 Kadar Air Kayu dengan Metode Kipas Angin dan Oven


Waktu pengamatan


Kayu/perlakuan


Berat
(gr)
Dimensi Kayu
(cm)


KA hilang
(%)
P
L
T
Kamis, 22-10-2009
Kipas Angin
Oven
1142,7
1305,6
31,8
31,7
21,6
21,7
3,3
3,4
-
Sabtu, 24-10-2009
Kipas Angin
Oven
931,1
735,3
29,8
29,6
20,2
19,1
3,1
3,1
22,72
77,56
Senin, 26-10-2009
Kipas Angin
Oven
887,5
746,5
29,5
29,5
20,2
19,3
3,3
3,3
28,75
74,89
Rabu, 28-10-2009
Kipas Angin
Oven
850, 5
728,4
29,8
29,4
22,5
19,1
3,1
3,1
34,36
79,24
Jumat, 30-10-2009
Kipas Angin
Oven
834,6
750,0
30
29,9
20,45
19,25
3,2
3,1
36,91
74,08
Senin, 2-11-2009
Kipas Angin
Oven
827,3
734,9
29,9
29,8
20
19
3,1
3,0
38,12
77,66
Rabu, 4-11-2009
Kipas Angin
Oven
825,6
731,4
29,8
29,7
20
19
3,2
3,1
38,41
78,51
Jumat, 6-11-2009
Kipas Angin
Oven
826,9
747,5
29,7
29,7
20
19
3,1
3,1
38,19
74,66
Senin, 9-11-2009
Kipas Angin
Oven
827,9
748, 3
29,9
29,8
20
19,1
3,1
3
38,02
74,47
Rabu, 18-11-2009
Kipas Angin
Oven
831,8
795,7
29,9
29,8
20
19,4
3,2
3,1
37,38
64,08
Jumat, 20-11-2009
Kipas Angin
Oven
825,7
726,9
29,9
29,8
20
19
3,1
3,1
38,39
79,61
Senin, 23-11-2009
Kipas Angin
Oven
826,3
726,2
29,8
29,8
20,2
19
3,1
3,1
38,29
79,78


Adapun perubahan kadar air apada kedua metode ini dapat dilihat pada grafik Perubahan Kadar Air berikut :
Grafik 1. Perubahan Kadar Air

Pembahasan
Kadar air yang hilang pada perlakuan oven tertinggi terjadi pada hari terakhir sebesar 79,78%, sedangkan kipas angin terjadi kehilangan kadar air tertinggi pada dua hari sebelum minggu terakhir dengan nilai 38,39%. Berdasarkan hasil yang didapat dapat diambil kesimpulan jika bobot kayu menurun maka nilai kadar air yang hilang akan semakin tinggi, dan nilai kadar air sebenarnya akan dapat diketahui jika nilai kadar air kayu diamati diawal sampai konstan dan ditetapkan sebagai nilai kadar air dengan menggunakan berat kering tanur estimate untuk dapat mengetahui pengembangan kadar airnya per dua hari.
Penurunan kadar air di tiap perlakuan per dua harinya meningkat walaupun ada beberapa yang menurun. Hal ini menunjukan bahwa factor internal maupun eksternal nyata berpengaruh kepada kayu. Perlakuan yang dilakukan dengan durasi waktu yang lama dan perlakuan pengurangan kadar air yang sama secara otomatis akan meningkatkan kadar air yang hilang pada kayu. Hal ini sesuai dengan literature Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal senada juga disampaikan Dephut RI (1998) yang menyatakan bahwa pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12%.
Kadar air yang hilang pada kayu dengan perlakkuan oven dan kipas angin menunjukan perbedaan yang sangat signifikan, hal ini terbukti dari nilai kadar air hilang pada kayu yang diovenkan relatif lebih tinggi dibanding dengan yang dikipasanginkan. Ini disebabkan karena pada perlakuan oven temperatur, sirkulasi udara dan penyusunan papan berperan didalamnya, sehingga penurunannya besar. Pada dasarnya temperatur adalah kunci utama pada proses pengeringan. Berbeda halnya dengan kipas yang hanya mengandalkan sirkulasi udara dengan suhu ruangan dan penyusunan saja. Hal ini sesuai dengan literatur Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Hal senada juga disampaikan
Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah.
Catat yang ditimbulakan pada dua metode ini hamper tidak tampak, hal ini disebabkan karena adanya pengaturan yang diterapkan langsung pada alat hal ini sesuai dengan literatur Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (1997) yang menyatakan bahwa pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan










    1. Nilai kadar air yang hilang terjadi pada minggu terakhir ditiap dua hari perlakuan hal ini disebabkan adanya pengaruh perlakuan dan waktunya.








    2. Pengguanaan suhu yang tidak konstan akan menyebabkan niali kadar air yang didapat tidak otentik.








    3. Nilai kadar air yang hilang pada saat pengguanaan oven dengan kipas angin menunjukan perbedaan yang signifikan, dimana nilai kehilangan air yang tertinggi terjadi pada saat kayu diovenkan.








    4. Temperatur, suhu dan posisi kayu akan sangat mempengaruhi besarnya nilai kada air yang hilang.






Saran
Untuk dapat menentukan nilai kadar aii, sebaiknya ditentukan nilai kadar air dengan perlakuan penimbangan konstan kayu diawal perlakuan, dan menggunakan berat kering tanur estimate untuk menentukan perkembangan kadar air.


DAFTAR PUSTAKA


Basri, E. dan Yuniarti, K. 2006. Sifat dan Bagan Pengeringan Sepuluh Jenis Kayu Hutan Rakyat untuk Bahan Baku Mebel. Diakses dari www.dephut.go.id/files/BBMebel.pdf
Budianto, A. D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Semarang
Dephutbun RI. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebuanan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta
Dumanauw, J. F. 2003. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Haygreen, G dan Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Viklund, A. 2008. Penjelasan Singkat Tentang Pengeringan Kayu. http://www.tentangkayu.com/klindry.[10/10/2009]





Tidak ada komentar:

Posting Komentar