PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Di sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam, terutama setelah kayu ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu gergajian.
Kebutuhan manusia terhadap bahan baku kayu terus meningkat baik untuk keperluan konstruksi yaitu untuk bangunan maupun untuk keperluan lain seperti bahan baku pembuatan pulp dan kertas dan perabot. Indonesia ialah salah satu negara terpadat penduduknya di dunia dengan pertambahan sekitar 2.5% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk menyebab-kan kebutuhan akan kayu bangunan (konstruksi) maupun untuk perabot rumah tangga terus meningkat, bahkan diperkirakan lebih cepat dari pertambahan penduduk itu sendiri. Sementara luas areal hutan Indonesia terus berkurang akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran dan ilegal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menyusutnya luas areal hutan sebagai penyedia bahan baku kayu mengakibatkan pihak industri yang bergerak dalam bidang produksi papan kewalahan. Untuk tetap memenuhi kebutuhan manusia terhadap kayu maka banyak upaya dilakukan termasuk pemanfaatan bahan baku kayu semaksimal mungkin dengan limbah seminimal mungkin. Salah satu cara meminimalisasi limbah tersebut adalah dengan menggunakan limbah berupa serbuk kayu gergajian menjadi papan partikel.
Kebutuhan akan kayu solid sebagai bahan baku industri dan konstruksi semakin meningkat seiring dengan betambahnya jumlah penduduk. Kekurangan pasokan kayu solid tersebut perlu segera diantisipasi karena akan membahayakan kelestarian hutan disatu sisi dan kelanjutan industri disisi lain Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut dengan mensubsitusi kayu solid dengan bahan-bahan non kayu yang masih belum optimal pemanfaatannya. Salah satunya yaitu limbah batang kelapa sawit dan limbah plastik. Ketersediaan bahan-bahan tersebut di Indonesia cukup berlimpah sehingga peluang pemanfaatannya sebagai bahan baku papan komposit sangat memungkinkan.
Tujuan
Praktikum biokomposit yang berjudul Pengembangan Tebal dan Daya Serap Air Papan Komposit bertujuan untuk mengetahui kemampuan papan dalam menyerap air dan hubungannya dengan pengembangan tebal.
TINJAUAN PUSTAKA
Papan Partikel
Maloney (2003) dalam Iswanto (2005) papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam 3 golongan yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3
b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3
c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Sutigno (2006) terdapat banyak macam papan partikel. Ada 9 kriteria pembagian papan partikel yaitu:
1.Bentuk
Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang, relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut Panel. Ada papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai seperti bentuk kotak radio.
2. Pengempaan
Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah (rongga antara lempeng) dapat satu atau lebih.
Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyu diantara dua lempeng yang statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertikal atau horizontal.
3. Kerapatan
Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.
4. Kekuatan (Sifat Mekanis)
Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatanpun ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar yang menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis.
5. Macam Perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaannya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan berdasarkan macam perekat, yaitu Tipe U (urea formaldehida atau yang setara), Tipe M (melamin urea formaldehida atau yang setara) dan Tipe P (Phenol Formaldehyde atau yang setara). Untuk yang memakai perekat urea formaldehida ada yang membedakan berdasarkan emisi formaldehida dari papan partikelnya, yaitu yang rendah dan yang tinggi atau yang rendah, sedang dan tinggi.
6. Susunan Partikel
Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbeda yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga dan papan partikel berlapis bertingkat.
7. Arah Partikel
Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur dengan perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak diatur) atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand board atau OSB).
8. Penggunaan
Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel structural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komponen dinding, peti kemas dipakai papan partikel structural.
9. Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak.
Pada prinsipnya semua jenis kayu dapat dibuat menjadi papan partikel. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah berat jenisnya. Papan partikel berkerapatan sedang mempunyai berat jenis antara 0.59-0.80. Apabila berat jenisnya kurang dari 0.59 termasuk berkerapatan rendah, dan di atas 0.80 termasuk berkerapatan tinggi. Penggunaan papan partikel dari kayu karet lebih sesuai untuk bahan mebel daripada untuk bahan bangunan karena keawetannya relatif rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keawetannya biasanya ditambahkan bahan pengawet yang jumlahnya sekitar 0.5 persen dari berat papan partikel (Sumarya, 1980). Pada saat ini papan partikel yang umum digunakan adalah yang sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak. (Island dkk, 2003).
Papan Serat
Kayu karet dapat juga dibuat menjadi papan serat (Silitonga, dkk., 1974). Kayu karet dibuat serpih dan diolah menjadi pulp dengan proses soda panas terbuka (proses semi kimia soda panas) kemudian dikempa menjadi papan serat. Rendemen pulp berkisar antara 65-80 persen (berdasarkan bobot). Hasil papan serat dari kayu karet mempunyai sifat keteguhan lentur dan tarik yang memenuhi persyaratan standar Inggris, tetapi sifat penyerapan air dan pengembangan tebalnya belum memenuhi syarat. Hal ini dapat diperbaiki dengan memberikan bahan tambahan ramuan kayu jenis yang lain (Island dkk,2003)
Karet
Dalam pemanfaatan kayu karet dibedakan antara yang berbentuk gelondong (log) dan yang berupa limbah, baik limbah penebangan maupun limbah pengolahan. Yang dimaksud dengan gelondong (log) adalah bagian dari batang yang berdiameter 20 cm ke atas, dengan pertimbangan bahwa bagian tersebut dapat digunakan untuk kayu gergajian. Pengolahan kayu karet berupa gelondong hingga saat ini digunakan untuk kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan dari limbahnya dibuat papan partikel, papan serat atau pulp, dan arang (Island dkk,2003)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Subfamily : Crotonoideae
Tribe : Micrandreae
Subtribe : Heveinae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Mull.Arg (Van Steenis, 2002)
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Subfamily : Crotonoideae
Tribe : Micrandreae
Subtribe : Heveinae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Mull.Arg (Van Steenis, 2002)
Perekat Phenol Formaldehide (PF)
Dalam Frick (2004) menyatakan bahwa proses pembuatan produk panel-panel kayu dan non-kayu seperti OSB dan bambu lapis harus menggunakan perekat tertentu yang dapat mengikat setiap lapisannya. Bahan perekatnya merupakan jenis yang tahan air dan cuaca seperti fenolformaldehid atau poliuretan (dapat menyebabkan kanker).
Resin phenol-formaldehida (PF) memiliki peranan penting di industri perkayuan sebagai bahan perekat. Keunggulan produk yang menggunakan PF adalah tahan cuaca, sedangkan salah satu kelemahan perekat ini adalah mahalnya harga phenol sebagai bahan dasarnya. Oleh sebab itu banyak usaha dilakukan untuk mengganti phenol dengan bahan lain. Phenol formaldehid merupakan resin sintetis yang pertama kali digunakan secara komersial baik dalam industri plastik maupun cat (surface coating). Phenol formaldehid dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara phenol dan formaldehid (Nur dan Aji, 2008)
Reaksi terjadi antara phenol pada posisi ortho maupun para dengan formaldehid untuk membentuk rantai yang crosslinking dan pada akhirnya akan membentuk jaringan tiga dimensi (Hesse, 1991). Salah satu aplikasi dari resin phenol formaldehid adalah untuk vernis. Vernis adalah bahan pelapis akhir yang tidak berwarna (clear unpigmented coating). Istilah vernis digunakan untuk kelompok cairan jernih yang memiliki viskositas 2 – 3 poise, yang bila diaplikasikan akan membentuk lapisan film tipis yang kering dan bersifat gloss (glossy film). Proses pengeringan pada vernis dapat melalui penguapan (evaporasi) dari solvent, oksidasi dengan udara, dan polimerisasi sejumlah unsur yang terkandung dalam vernis. Hasil akhir dari vernis adalah lapisan film transparan yang memperlihatkan tekstur bahan yang dilapisi. Phenol formaldehid termasuk kelompok resin sintetis yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara phenol dengan formaldehid. Ada dua jenis resin phenol formaldehid yaitu : novolak yang bersifat termoplast dan resol yang bersifat termoset ( Nur dan Aji, 2008 )
Pengembangan Tebal
Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.
Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior, pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam kemudian dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat contoh uji tetap. Ada papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO, pada saat mengukur pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya (absorbsi).
Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan kembali dari serbuk-serbuk ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan dimensi yaitu pengembangan dimensi bila terjadi penyerapan air oleh bahan tersebut. Semakin tinggi kerapatan berarti tinggi tinggi pula pemampatan dimensinya, sehingga sifat pengembangan tebalnya semakin tinggi (Subiyanto, 2003).
Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi serat akibat pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat menyerap air. Penyerapan uap air akan menyebabkan mengembangnya dinding sel serat. Sedangkan rongga serat yang mengecil pada saat pengempaan, mudah kembali ke ukuran semula karena perekat tidak dapat memasuki rongga serat dan mengikatnya dengan baik. Pengembangan tebal dari produk yang terbuat dari bahan berlignoselulosa dapat diatasi dengan perlakuan uap. Sekino et al. (1997) menjelaskan bahwa perlakuan uap terhadap bahan berlignoselulosa dikelompokkan menjadi perlakuan uap terhadap biomassa sebelum pembentukan mat, pengempaan dengan steam injection (uap mengenai biomass dan perekat), dan perlakuan uap terhadap panel setelah pengempaan panas. Perekat yang digunakan pada perlakuan uap sebelum pembentukan mat adalah urea formaldehyde (UF) atau melamine urea formaldehyde (MUF). Sedangkan perekat yang digunakan pada perlakuan steam injection pressing dan perlakuan uap setelah pengempaan panas adalah isocyanate dan phenol formaldehyde (PF). Menurut Sekino et al. (1999), alasan dari ketidakstabilan dimensi suatu panel adalah perubahan bentuk partikel karena penekanan, yang terjadi secara temporer selama pengempaan, dan akan kembali ke bentuk awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme pengembangan tebal panel lebih kompleks, karena dalam panel, sebetulnya partikel berikatan dengan adanya perekat, yang dapat mencegah terjadinya pengembangan tebal. Terjadinya pengembangan tebal panel merupakan kombinasi dari potensi thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan ikatan perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat) (Syamani dkk, 2008).
Daya Serap Air
Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan. Penggunaan bahan aditif pada daya serap air mengakibatkan terjadinya penurunan daya serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan adanya kehadiran DCP maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH. Adanya dua reaksi ini menyebabkan ikatan yang kuat antara partikel kelapa sawit dengan plastik PE sehingga air atau uap air tidak mudah masuk kedalam papan partikel.
Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya (Subiyanto, 2003).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Biokomposit dilakukan pada hari Senin, 8 Maret 2010 sampai dengan 19 Maret 21010. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Bak air, sebagai tempat perendaman papan serat.
2. Kaliper sebagai alat untuk mengukur dimensi kayu (tebal)
3. Penggaris sebagai alat untuk mengukur dimensi kayu (panjang dan lebar)
4. Timbangan sebagai alat untuk mengukur bobot papan serat
5. Kalkulator sebagai alat penghitung data
6. Oven sebagai alat untuk mengeringkan papan serat
7. Alat tulis sebagai prasarana pendukung data
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Papan serat sebagai objek yang akan diamati
2. Air sebagai bahan yang akan diukur volume yang masuk ke dalam papan
Prosedur Pengukuran Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal didefenisikan sebagai besaran yang menyatakan pertambahan tebal contoh uji dalam persen terhadap tebal awal. Contoh air direndam dalam air suhu kamar 24 jam. Pengembangan tebal diukur dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =
Keterangan: T1 = Tebal awal
T2 = Tebal akhir
Adapun prosedur praktikum pengukuran pengembangan tebal contoh uji yaitu:
1. Disiapkan 2 buah contoh uji (CU) berupa papan partikel berukuran ± 5 cm. Salah satu CU dilapisi kertas pada salah satu permukaan dan CU kedua dilapisi kertas pada kedua permukaan
2. Diberi garis dan tanda berupa nomor pada empat sisi permukaan kayu sebagai tanda pengukuran tebal
3. Diukur panjang, lebar dan tebal awal masing-masing CU
4. Dimasukkan data awal ke dalam tabel dengan format sebagai berikut:
Tabel 4. Format Tabel Dimensi awal contoh uji
No. | Jenis Bahan | Panjang (cm) | Lebar (cm) | Tebal (cm) | ||||||||
1. | CU dilapis satu permukaan | | | | | | | | | | | |
2. | CU dilapis kedua permukaan | | | | | | | | | | | |
5. Direndam CU ke dalam air dengan suhu kamar selama 2 jam dan diukur dimensi CU
6. Dimasukkan data ke dalam tabel dengan format tabel:
Tabel 2. Format Tabel Dimensi contoh uji setelah 2 jam
No. | Jenis Bahan | Panjang (cm) | Lebar (cm) | Tebal (cm) | ||||||||
1. | CU dilapis satu permukaan | | | | | | | | | | | |
2. | CU dilapis kedua permukaan | | | | | | | | | | | |
- Diukur pengembangan tebal CU dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =
- Kemudian direndam kembali CU dalam air dengan suhu kamar selama 24 jam dan diukur lagi dimensi CU
- Dimasukkan ke dalam tabel dengan format tabel
Tabel 3. Format Tabel Dimensi contoh uji setelah 24 jam
No. | Jenis Bahan | Panjang (cm) | Lebar (cm) | Tebal (cm) | ||||||||
1. | CU dilapis satu permukaan | | | | | | | | | | | |
2. | CU dilapis kedua permukaan | | | | | | | | | | | |
- Diukur pengembangan tebal dengan menggunakan rumus:
Pengembangan tebal =
Prosedur Daya Serap Air
Dalam pengukuran daya serapa air langkah yang dilakukan adalah:
- Disiapkan contoh uji yang akan direndam, sebelumnya contoh uju ditimbang sebagai berat awal.
- Direndam contoh uji selama 2 jam, dan ditimbang beratnya.
- Dihitung daya serap airnya dengan rumus (berat awal – berat akhir)/ berat akhir x 100%.
- Direndam contoh uji selama 24 jam dan dihitung daya serap airnya.
- Lakukan langkah 4 hingga papan menjadi hancur.
- Dicatat data tersebut secara berkala.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapat hasil berupa data sebagai berikut.
Tabel 1 Data-Data Mentah
Kondisi kayu sebelum direndam (awal)
Kayu | (cm) | (cm) | (cm) | Berat (gr) |
1 2 3 4 | 4,915 4,850 4,765 5,065 | 4,765 4,855 4,800 4,890 | 1,705 1,835 1,625 1,828 | 28,4 27,6 29,5 29,6 |
Setelah direndam 2 jam | ||||
1 2 3 4 | 4,935 4,895 4,810 5,10 | 4,910 5,010 4,880 4,910 | 2,148 2,110 1,840 2,098 | 53,3 52,5 52,5 49,2 |
Setelah direndam selama 24 jam | ||||
1 2 3 4 | 5,045 4,840 5,010 5,110 | 4,910 4,925 5,600 4,910 | 2,235 2,212 2,287 2,235 | 58,1 55,9 59,9 59,0 |
Setelah dioven selama 24 jam | ||||
1 2 3 4 | 5,065 4,910 5,045 5,160 | 4,915 4,875 5,055 4,910 | 2,500 2,420 2,610 2,547 | 25,1 24,5 26,2 26,3 |
Setelah direndam selama 24 jam | ||||
1 2 3 4 | 5,070 4,935 5,050 5,175 | 4,960 4,890 5,050 4,940 | 3,087 3,112 3,310 3,073 | 79,2 74,9 82,6 78,9 |
Setelah dioven selama 24 jam | ||||
1 2 3 4 | 5,025 4,920 5,010 5,060 | 4,760 4,880 5,035 4,915 | 3,170 3,060 3,220 3,090 | 25,9 26,8 26,4 28,1 |
Setelah direndam selama 24 jam | ||||
1 2 | 5,120 4,850 | 4,900 4,850 | 3,800 3,840 | 101,0 95,3 |
Setelah dioven selama 24 jam | ||||
1 2 | 5,045 4,845 | 4,900 4,840 | 3,750 3,800 | 23,9 23,4 |
Setelah direndam selama 24 jam | ||||
1 | 5,700 | 4,950 | 4,250 | 99,7 |
Berdasarkan data yang didapat di atas maka semakin lama papan direndam maka bobot air yang dapat masuk kedalam kayu akan semakin banyak. Namun, banyaknya air yang masuk adalah terbatas sesuai dengan kapasitas maksimal kayu tersebut. Pada dasarnya apabila papan dimasuki air dengan volume maksimal maka papan yang direndam lama-kelamaan akan hancur karena air yang masuk kedalam papan menekan papan hingga papan menjadi hancur.
Gambar 1 Papan Serat Setelah Direndam
Gambar 2 Papan Serat Setelah Dioven
Tabel 2 Pengembangan Tebal
Kondisi | | Dimensi (cm) | ||||||||||||||
| Panjang (%) | Lebar (%) | Tebal (%) | |||||||||||||
| | 1 | 2 | 3 | 4 | X | 1 | 2 | 3 | 4 | X | 1 | 2 | 3 | 4 | X |
Awal | | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 2 jam | | 0,41 | 0,93 | 0,94 | 0,69 | 0,74 | 3,10 | 3,19 | 1,67 | 0,41 | 2,09 | 25,98 | 27,50 | 13,23 | 14,80 | 20,38 |
Setelah direndam 24 jam | | 2,64 | 1,00 | 2,14 | 0,89 | 1,67 | 3,10 | 1,44 | 2,67 | 2,00 | 2,30 | 46,62 | 20,54 | 40,74 | 22,26 | 32,54 |
Setelah dioven 24 jam | | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-2 | | 0,10 | 0,51 | 0,10 | 0,29 | 0,25 | 0,92 | 0,20 | 0,10 | 0,61 | 0,46 | 23,48 | 28,59 | 26,82 | 24,49 | 25,85 |
Setelah dioven 24 jam hari-2 | | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-3 | | 1,89 | 0,62 | - | - | 1,26 | 2,94 | 0,40 | - | - | 1,67 | 19,87 | 25,49 | - | - | 22,68 |
Setelah dioven 24 jam hari-3 | | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-4 | | 12,98 | - | - | - | 12,98 | 1,02 | - | - | - | 1,02 | 13,33 | - | - | - | 13,33 |
Gambar 3 Grafik pengembangan tebal
Berdasarkan data yang tersebut diatas dapat dikatakan papan tersebut tidak cocok untuk penggunaan interior hal ini dikarenakan sifat papan yang cepat mengembang atau dengan kata lain stabilitas dimensinya tidak baik. Hal ini sesuai dengan literature yang diungkapkan oleh Iswanto (2005) yang menyatakan bahwa sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.
Papan serat memiliki kerapan yang tidak begitu tinggi hal ini dikarenakan ukuran partikel yang panjang sehingga dapat menyebabkan adanya pelilitan antar serat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kerapatan akan mempengaruhi pengembangan tebal dan daya serap air. Hal ini sesuai dengan literatur Subyanto (2003) Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel cenderung semakin meningkat.
Tabel 3 Daya Serap Air
Kondisi | Daya Serap Air (%) | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | X | |
Awal | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 2 jam | 87,67 | 90,22 | 77,97 | 66,22 | 80,52 |
Setelah direndam 24 jam | 104,58 | 102,54 | 103,05 | 99,32 | 102,37 |
Setelah dioven 24 jam | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-2 | 215,54 | 205,71 | 215,27 | 200,00 | 200,00 |
Setelah dioven 24 jam hari-2 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-3 | 289,96 | 255,59 | - | - | 272,78 |
Setelah dioven 24 jam hari-3 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Setelah direndam 24 jam hari-4 | 317,15 | 0 | 0 | 0 | 317,15 |
Gambar 4 Grafik Daya Serap Air
Pada dasarnya banyaknya air yang masuk kedalam kayu didasarkan pada kondisi kayu, jenis air, metode masuknya air dan durasi pemasukan air. Berdasarkan data diatas dijelaskan bahwa papan akan menyerap air dengan frekuensi yang tinggi berbanding lurus dengan lamanya perendaman.
Berdasarkan metode dan data yang didapat bahwa hubungan antara daya serap air dan pengembangan tebal berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan literatur Subiyanto (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengembangan tebal berbanding lurus dengan kerapatan, dalam hal ini papan serat memiliki kerapatan yang rendah sehingga papan mudah rusak pada kondisi lembab.
2. Papan serat tidak cocok untuk penggunaan eksterior.
3. Pengembangan tebal berbanding lurus dengan daya serap air.
4. Air yang masuk kedalam papan memiliki batasan maksimal yang apabila air terus ditekan masuk akan menyebabkan rusaknya papan.
Saran
Pada saat perlakuan hendaknya diamati kondisi lingkungannya dan pengukuran dilakukan dititik yang sama guna mendapatkan data yang cukup akurat sebagai acuan terhadap perlakuan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Nur, R dan Aji, P. 2008. Pembuatan Resin Phenol Formaldehid Terhadap Aplikasinya Sebagai Vernis. Reaktor. Vol. 12. 1. UNDIP. Semarang.
Frick, H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Kanisius, Anggota IKAPI
Yogyakarta
Island B,. Cicilia, N., dan Anang G. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No. 1.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian 17(3): 24-27.
Iswanto, A. H. 2005. Polimer Komposit. http://www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-apri%20heri.pdf
Japanese Standard Association. 2003. Japanese Industrial Standard for particle board JIS A 5908. Japanese Standard Association, Jepang.
Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle. 1997. Thickness Swelling and Internal Bond Strength of Particleboards from Steam-Pretreated Particles. Mokuzai Gakkaishi 43(12): 1009-1015.
Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle; T. Adcock. 1999. The Mechanism Behind the Improved Dimensional Stability of Particleboards Made From Steam- Pretreated Particles. Holzforschung 53(4).
SII. 1993. Standar papan partikel datar. SII 0797-83. Departemen Perindustrian, Jakarta
SNI. 1996. Mutu papan partikel. SNI 07-2105-1996. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta
Subiyanto, B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1.
Sutigno, P. 2006. Mutu Produk Papan Partikel. http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INFO_VI02/IV_VI02.htm.
Syamani.F.A., Prasetiyo. K.W., Budiman. I. , Subyakto, dan Subiyanto. B. 2008. Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap. J. Tropical Wood Science and Technology Vol. 6 . No. 2 .2008
Van Steenis, C.G.G.J., D. Den Hoed, S. Bloembergen dan P.J. Eyma. 2002. Flora. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta .